Pesawaran - Langkah kontroversial Bupati Pesawaran dalam memberhentikan Kepala Dinas Pariwisata terus menuai kritik. Setelah sebelumnya publik mempertanyakan legalitas keputusan tersebut, kini suara kritis datang dari kalangan akademisi. Salah satunya adalah Dr. Saring Suhendro, dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung sekaligus pengurus Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Lampung.
Dalam keterangannya kepada KBNI-News pada Jumat, 5 Juli 2025, Saring menyampaikan bahwa isu pemberhentian pejabat bukan hanya soal jabatan, tetapi menyangkut efektivitas birokrasi dan pengelolaan keuangan daerah.
“Sebagai akademisi yang sehari-hari bergelut dengan isu keuangan negara, saya melihat pemberhentian Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Pesawaran bukan cuma soal posisi. Yang lebih penting adalah dampaknya terhadap efektivitas pengelolaan anggaran publik,” tegasnya.
Evaluasi PAD Tidak Bisa Parsial
Saring menyoroti alasan pencapaian Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dijadikan dasar pemberhentian. Ia menilai pendekatan semacam itu cenderung sempit dan menyesatkan.
“Kalau target PAD tidak tercapai, tentu perlu dievaluasi. Tapi jangan serta-merta menyalahkan satu orang. PAD itu hasil kerja kolektif lintas sektor, dari perencanaan sampai eksekusi. Kalau anggaran dan infrastrukturnya saja tidak mendukung, maka menyalahkan satu pejabat jadi tidak adil,” jelasnya.
Potensi Pelanggaran Tata Kelola
Lebih jauh, ia menyinggung aspek tata kelola pemerintahan dan kepatuhan hukum. Berdasarkan Pasal 71 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, kepala daerah dilarang mengganti pejabat dalam waktu enam bulan sebelum penetapan pasangan calon hingga akhir masa jabatan, kecuali dengan izin tertulis dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri).
“Saya memang bukan ahli hukum, tapi jika tidak ada izin Mendagri dalam SK pemberhentian ini, publik berhak bertanya. Ini bukan sekadar prosedur, tapi menyangkut kredibilitas sistem pemerintahan. Kalau aturan dilanggar, maka prinsip meritokrasi dan netralitas ASN bisa tercoreng,” katanya.
Waspadai Belanja Tak Produktif
Saring juga mengingatkan soal risiko anggaran jika pejabat yang diberhentikan hanya dipindahkan ke jabatan fungsional yang tidak memiliki tugas jelas. Menurutnya, ini bisa dikategorikan sebagai non-performing expenditure alias pengeluaran tanpa hasil.
“Kalau diparkir ke jabatan fungsional yang tidak sesuai keahlian dan tidak ada penugasan nyata, maka itu pemborosan. Gaji dan tunjangan tetap dibayar, tapi tidak ada hasil pelayanan. Ini bentuk inefisiensi anggaran yang merugikan rakyat,” tegasnya.
Seruan untuk Transparansi dan Profesionalisme
Menutup pernyataannya, Saring Suhendro menyerukan agar proses mutasi dan evaluasi ASN dilakukan dengan transparansi dan berbasis indikator kinerja yang objektif.
“Jangan sampai ASN yang masih kompeten justru dipinggirkan. Mutasi bukan alat politik, tapi seharusnya menjadi mekanisme untuk memperkuat pelayanan publik. Kalau tidak, ini bukan efisiensi, melainkan stagnasi yang menyulitkan masyarakat,” pungkasnya.

Post a Comment