Minimnya Personil, UPT KPH Pesibar Tak Mampu Tangani Dugaan Pembalakan Liar Dihutan Lindung

Pesisir Barat, UNDERCOVER - Upaya Dinas Kehutanan Lampung dalam memberantas pembalakan liar di bumi Ruwa Jurai ternyata masih terkendala hal sepele : “minimnya personil”. Fakta ini diakui Kepala UPT KPH Dishut Lampung di Kabupaten Pesibar Dadang Trianahadi saat ditemui di kantornya Selasa (28-9) kemarin.


Saat dikonfirmasi awak media terkait lambannya penanganan kasus dugaan penebangan liar dalam kawasan hutan lindung di Dusun Proliman, Pekon Pagarbukit, Kecamatan Bengkunat, Dadang mengaku kantor yang dipimpinnya tidak mampu meneruskan penyelidikan. Alasannya, tidak satu pun aparat polhut di UPT KPH Pesisir Barat yang memiliki sertifikat sebagai PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil). Selain itu, pihaknya juga tidak memiliki tenaga teknis penguji kayu bulat serta tenaga teknis pengukur yang dibutuhkan untuk menangani kasus tersebut.

Sebab itu, Dadang menyerahkan penanganan kasus ini ke Dinas Kehutanan Propinsi Lampung yang memiliki perangkat lebih lengkap. “Terkait ilegal loging  saya sudah menyampaikannya ke propinsi (maksudnya Dishut Lampung,red). Tapi sampai hari ini belum ada tindak lanjut sebab disana masih banyak kasus-kasus yang ditangani propinsi,” ujarnya.

Ia menambahkan pihaknya sudah melakukan cek tunggul di lokasi penebangan liar dan dapat memastikan lokasi tersebut berada dalam kawasan hutan lindung. Namun, jika kasus ini bermuara pada tindak pidana, lanjut dia, penanganannya memang membutuhkan keterlibatan polhut berstatus PPNS serta tenaga teknis dari sejumlah instansi lain. Dadang Trianahadi bahkan menyebut tidak menutup kemungkinan pihaknya berkoordinasi dengan Polres Lampung Barat jika pihak Polhut Dishut Lampung tetap disibukkan dengan penanganan kasus lain. “Tapi kita tunggu dari propinsi dulu lah,” imbuhnya.

Kini warga masyarakat tentu menunggu tindakan tegas dan cepat dari Dishut Lampung untuk mengusut tuntas kasus penebangan liar di Pekon Pagarbukit, Bengkunat, yang diduga kuat melibatkan aparatur pemerintah dan oknum pemborong yang memanfaatkan kayu olahan hasil penebangan liar itu sebagai bahan baku proyek pemerintah. 

Kasus penebangan liar di Pagarbukit ini mendapat sorotan publik karena merupakan kasus yang unik. Dalam kasus ini, kuat dugaan kepala desa setempat terlibat. Pasalnya, oknum kades dimaksud turut mengeluarkan surat rekomendasi bagi warganya untuk menebangi kayu-kayuan dalam kawasan hutan lindung. Lucunya, surat rekomendasi dari kepala desa itu kemudian dijadikan acuan oleh Dinas Pendidikan Pesisir Barat dan pihak rekanan untuk memanfaatkan kayu olahan hasil penebangan liar sebagai bahan baku proyek pembangunan RKB dan perpustakaan SDN 28 Krui.

PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) dalam proyek RKB SDN 28 Krui Sunandarsyah mengaku pihaknya berani memanfaatkan kayu olahan dimaksud karena ada jaminan dari kepala desa berupa “surat rekomendasi”. Pengakuan ini tentu menggelikan mengingat kepala desa tentu tidak berwenang memberi rekomendasi bagi warga untuk menebangi hutan lindung apalagi kemudian menjual hasilnya ke proyek yang didanai pemerintah.

Tidak tanggung-tanggung, jumlah kayu olahan hasil penebangan liar yang digunakan sebagai bahan baku pembangunan proyek pemerintah tersebut mencapai 25 M3. Di lokasi penebangan, bisa terlihat jelas ada puluhan tunggul bekas aksi penebangan dimaksud. Sebagian besar pohon yang ditebang jelas-jelas ada dalam DAS (Daerah Aliran Sungai) Way Pintau.

Saat dimintai konfirmasinya beberapa waktu lalu, Yusnadi, rekanan yang mengerjakan proyek ini, mengaku membeli bahan baku kayu dari Peratin Pagarbukit Asep Ahmad Hamidi. Selain membeli kayu dari peratin, Yusnadi mengaku membeli bahan baku batu dan pasir dari warga sekitar yang lagi-lagi mengeruknya dari DAS Way Pintau. (Andrean)

Post a Comment

Previous Post Next Post