Lampung Inisiasi Kemitraan Petani dan Industri Tapioka Hadapi Tekanan Harga Global


BANDAR LAMPUNG – Harga singkong global yang tertekan akibat anjloknya permintaan tapioka dunia berdampak langsung pada industri pengolahan dan petani di Provinsi Lampung. Menyikapi situasi ini, Pemerintah Provinsi Lampung mengambil langkah strategis dengan memperkuat pola kemitraan berkeadilan antara petani dan industri tapioka.

Harga ekspor tapioka (FOB Bangkok) tercatat turun tajam dari kisaran US$568/ton pada awal 2024 menjadi US$405–450/ton pada Agustus 2025. Penurunan ini menekan harga singkong di tingkat petani Lampung, yang sempat menyentuh Rp1.000–1.100 per kilogram pada April 2025.

Meskipun Pemerintah Pusat telah menetapkan harga dasar singkong sebesar Rp1.350/kg, fluktuasi pasar dan melemahnya penyerapan industri akibat lesunya permintaan global (terutama dari sektor kertas dan pangan) membuat kebijakan ini belum sepenuhnya efektif.


Gubernur Dorong Kemitraan Sehat dan Berkeadilan



Asisten Bidang Ekonomi dan Pembangunan Provinsi Lampung, Mulyadi Irsan, menjelaskan bahwa arahan Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal, menekankan pentingnya kemitraan yang sehat antara petani dan industri pengolahan untuk menjaga keseimbangan tata niaga.

“Keberhasilan sektor singkong Lampung tidak bisa hanya dilihat dari harga. Hubungan yang kuat dan berkeadilan antara petani dan pabrik merupakan kunci utama agar keduanya bisa tumbuh bersama,” jelas Mulyadi Irsan.

Mulyadi mengakui bahwa rantai pasok yang tidak seimbang membuat posisi tawar petani cenderung lemah. Kondisi ini diperparah karena industri tapioka kesulitan menjual produknya, sehingga harga singkong di tingkat petani sulit untuk dinaikkan.


Solusi Jangka Panjang: Teknologi dan Efisiensi Produksi

Sebagai solusi jangka panjang, Pemprov Lampung fokus mendorong model kemitraan yang mencakup:

Pendampingan teknis dan akses pembiayaan bagi petani.


Pelatihan budidaya modern, termasuk penggunaan bibit unggul, teknik pemupukan efisien, dan penerapan sistem pertanian berkelanjutan.


Peningkatan kadar pati singkong untuk mendongkrak daya saing.

Mulyadi menyoroti bahwa Lampung harus meniru efisiensi produksi negara pesaing seperti Thailand dan Vietnam yang mampu menekan biaya produksi dan meningkatkan kadar pati, sehingga produk tapioka mereka lebih kompetitif.

Pemprov juga sedang menyiapkan formulasi harga yang adil dan transparan, yang mempertimbangkan kadar pati, biaya produksi, serta tren harga global.

“Kebijakan harga tidak boleh hanya berpihak ke salah satu pihak. Karena itu, keseimbangan antara petani dan pabrik sangat penting agar keduanya sama-sama bertahan,” tegasnya.

Langkah kolaboratif ini diharapkan mampu memperkuat posisi Lampung sebagai sentra singkong nasional yang berdaya saing tinggi di pasar domestik maupun global.

Post a Comment

Previous Post Next Post