BANDAR LAMPUNG – Proses penyelidikan dugaan korupsi proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Kabupaten Pesawaran senilai Rp8 miliar yang melibatkan mantan Bupati Dendi Ramadhona Kaligis dan Kadis PUPR Zainal Fikri pada Kamis (16/10/2025) dinilai oleh praktisi hukum sebagai sebuah "drama" hukum yang antiklimaks. Sorotan publik yang masif terhadap kasus bernilai relatif kecil ini dikhawatirkan sengaja menenggelamkan penanganan kasus korupsi yang jauh lebih besar: skandal PT Lampung Energi Berjaya (LEB) senilai ratusan miliar rupiah.
Pemeriksaan Dendi yang berlangsung selama 11 jam di Ruang Pidsus Kejati Lampung, hingga munculnya "drama" parkirnya kendaraan pengamanan menjelang tengah malam, berakhir tanpa penetapan tersangka. Aspidsus Kejati, Armen Wijaya, hanya menjanjikan penetapan tersangka dalam waktu dekat.
Praktisi hukum menilai ending yang antiklimaks ini mencerminkan adanya pertarungan di balik layar.
"Kasus SPAM itu 'drama' hukum versus kekuatan politik kekuasaan. Nggak usah serius amat mantenginnya. Karena sejarah selalu berulang; keadilan kalah melawan kekuatan politik kekuasaan," demikian komentar seorang praktisi hukum.
Kasus "Ecek-Ecek" vs Skandal Rp271 Miliar
Perbandingan nilai kasus semakin menguatkan dugaan pengalihan isu tersebut. Kasus SPAM hanya senilai Rp8 miliar dengan kerugian negara yang bahkan belum dihitung oleh BPKP. Sementara itu, kasus korupsi dana Participating Interest (PI) 10% di PT LEB memiliki nilai PI sebesar US$17.268.000 atau sekitar Rp271 miliar.
Menurut laporan audit BPKP Provinsi Lampung (Nomor: PE.03.03/S-919/PW815/2025) tertanggal 29 Agustus 2025, kasus PT LEB telah merugikan keuangan negara hingga Rp200 miliar.
Kejanggalan Dalam Penanganan PT LEB:
Meskipun Kejati telah menetapkan tiga tersangka pada 22 September lalu dan menyita harta senilai Rp38,6 miliar dari penggeledahan di rumah mantan Gubernur Arinal Djunaidi, publik menilai penanganan kasus PT LEB masih menyisakan banyak pertanyaan:
Aktor Utama: Apakah proses hukum akan berhenti hanya sampai pada tiga tersangka? Masyarakat mempertanyakan apakah "penentu kebijakan" saat kasus ini terjadi cukup diperiksa sekali saja.
Koperasi Dadakan: Pemeriksaan terhadap Zaidirina selaku Ketua Koperasi Jasa Lembaga Keuangan Mikro Syariah Athaya Mandiri Berkah pada 9 Oktober 2025 menguatkan dugaan koperasi yang dikucuri sekitar Rp20 miliar ini merupakan bagian dari praktik pencucian uang dana PI 10%.
Penanggung Jawab Utama: Nasib mantan Dirut PT LJU, Arie Sarjono Idris, yang pada era kepemimpinannya PT LEB dilahirkan, masih "senyap". Kejati baru menyita dana Rp59 miliar di rekening PT LJU tanpa menyeret penanggung jawab utama PT LEB saat itu.
Desakan untuk Prioritaskan Pengembalian Kerugian Negara
Melihat skala kerugian yang jauh lebih besar, desakan agar Kejati Lampung konsisten memprioritaskan pengembalian kerugian negara seharusnya mengarah pada kasus PT LEB. Setidaknya, masih ada sisa Rp22 miliar dari total kerugian Rp200 miliar yang belum diamankan.
Kesimpulannya, "drama" SPAM Pesawaran telah menimbulkan kekecewaan di hati masyarakat karena berujung antiklimaks. Saatnya Kejati Lampung mengalihkan fokus dan mewujudkan penegakan hukum yang konkret dan berkeadilan pada kasus PT LEB yang merugikan negara ratusan miliar rupiah.

Post a Comment