Polda Lampung Hentikan Kasus Mafia Tanah Malangsari, Keputusan SP3 Pertanyakan Kredibilitas Pemberantasan Mafia Tanah






LAMPUNG – Keputusan Polda Lampung mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) untuk kasus dugaan mafia tanah di Desa Malangsari, Lampung Selatan, menimbulkan kegaduhan dan sorotan tajam dari publik serta aktivis hukum. Keputusan ini dinilai janggal karena kasus tersebut sebelumnya menjadi perhatian nasional dan digadang-gadang sebagai contoh proyek percontohan (pilot project) pemberantasan mafia tanah oleh Presiden Joko Widodo dan Komisi III DPR RI.

Advokat dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH-98), Habibi Marga Semenguk, mendesak Kapolda Lampung, Irjen Pol Helmy Santika, untuk segera memberikan penjelasan transparan mengenai dasar hukum penghentian kasus ini.

"Kami mendesak Kapolda Lampung segera menjelaskan apa yang menjadi dasar pemberhentian perkara ini. Publik berhak tahu. Kalau alasannya transparan dan bisa dipertanggungjawabkan, kami para aktivis akan apresiasi," tegas Habibi.


Dugaan Tebang Pilih dalam Penegakan Hukum



Kasus mafia tanah Malangsari telah menjerat sejumlah pihak yang kini sudah divonis, termasuk pensiunan Polri, kepala desa, camat, juru ukur BPN, hingga PPAT. Namun, kasus yang melibatkan seorang jaksa berinisial AM justru dihentikan.

Padahal, AM diduga kuat membeli lahan seluas 10 hektare dari tersangka lain (SJO) seharga Rp900 juta, padahal lahan tersebut sudah dikuasai warga. Transaksi ini diduga menggunakan dokumen-dokumen palsu.

"Kenapa perkara AM yang sudah ditetapkan tersangka justru dihentikan? Jangan sampai penegakan hukum terkesan pilih kasih," tambah Habibi.

Senada dengan YLBH-98, Ketua DPW Advokat Bela Rakyat Indonesia (ABR-I) Lampung, Mulyadi Yansyah, juga menyoroti keputusan SP3 ini. Ia menyebut kasus Malangsari sebagai ujian besar bagi penegakan hukum di Indonesia.

"Jika ada tersangka yang sudah jelas status hukumnya tapi perkara dihentikan, maka akan timbul kesan hukum bisa dipermainkan. Kapolda harus menjelaskan dasar keputusannya agar publik tidak merasa dikhianati,” ujar Mulyadi.

Ia juga menambahkan bahwa praktik mafia tanah memiliki dampak sosial yang luas, mulai dari hilangnya hak warga atas tanah, konflik horizontal, terhambatnya investasi, hingga menurunnya kepercayaan publik pada lembaga hukum.

Dengan rekam jejak Kapolda Lampung yang pernah menerima penghargaan Pin Emas dari Kementerian ATR/BPN pada tahun 2024 atas keberhasilannya dalam memberantas mafia tanah, publik kini menantikan penjelasan resmi.

Rilis berita ini diterbitkan untuk meminta pertanggungjawaban dan transparansi dari pihak berwenang atas keputusan yang berpotensi merusak citra pemberantasan mafia tanah di Indonesia.

Post a Comment

Previous Post Next Post