Pasien Dikeluarkan Meski Masih Sakit, RS Abdul Moeloek Tuai Protes Keluarga: Gubernur Diminta Beri Teguran Tegas

Bandar Lampung -  RSUD Abdul Moeloek kembali menjadi sorotan tajam setelah diduga mengeluarkan pasien dalam kondisi yang belum pulih total. 


Akibat kebijakan tersebut, pasien bernama Haji Abdul Hamid terpaksa dirawat ulang di RS Urip Sumoharjo karena kondisinya memburuk. 

Kasus ini menimbulkan kecaman keras dari pihak keluarga dan desakan agar Gubernur Lampung turun tangan memberi teguran tegas terhadap manajemen rumah sakit.

Anak pasien, Hendri, mengungkapkan bahwa ayahnya awalnya menjalani perawatan di RS Handayani, Lampung Utara, untuk memeriksa kondisi paru-paru dan menjalani operasi hernia. Namun, pascaoperasi, kondisi pasien belum sepenuhnya membaik.

“Kami sepakat merujuk beliau ke RS Abdul Moeloek karena kami percaya ini rumah sakit rujukan provinsi yang fasilitasnya lengkap dan pelayanannya baik,” ujar Hendri, kepada media ini, Kamis 3/7/2025.

Ia menjelaskan bahwa pasien masuk RS Abdul Moeloek pada Minggu, 29 Juni 2025, dan dirawat di ruang Alamanda nomor 202. 

Namun pada Rabu, 2 Juli 2025, keluarga diberi kabar bahwa pasien harus segera keluar dari perawatan. Keputusan itu membuat keluarga terkejut.

“Waktu dibilang harus keluar, kami langsung sampaikan bahwa beliau masih lemas, batuk masih parah, dan kelihatan masih kesakitan. Tapi tetap dipaksa pulang,” ungkap Hendri dengan nada kecewa.

Setelah dibawa ke rumah kerabat di Bandar Lampung, malam harinya kondisi Haji Abdul Hamid menurun drastis. Ia tidak bisa tidur, batuk makin parah, dan merasakan nyeri yang hebat. 

Oleh karenanya, keesokan paginya, keluarga langsung membawanya ke RS Urip Sumoharjo untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.

“Di RS Urip langsung dapat perawatan intensif. Artinya, memang belum layak beliau dikeluarkan dari rumah sakit. Ini membuktikan bahwa RS Abdul Moeloek terburu-buru mengambil keputusan,” tegas Hendri.

Tak hanya itu, Hendri juga menyoroti perilaku petugas medis di RS Abdul Moeloek yang dinilainya tidak ramah dan kurang etis saat pihak keluarga menyampaikan riwayat medis pasien.

Ketika disebutkan bahwa pasien sebelumnya telah menjalani operasi hernia di RS Handayani, jawaban dari petugas justru terkesan menyalahkan rumah sakit rujukan.

“Jawaban mereka dingin, ketus, seperti tidak ada empati. Kami merasa diperlakukan seperti bukan pasien. Padahal, rumah sakit ini milik pemerintah, seharusnya pelayanannya mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan,” tuturnya.

Hendri menilai, jika pihak rumah sakit bisa memperlakukan keluarga mereka seperti itu, bagaimana nasib masyarakat kecil yang tak punya akses informasi atau keberanian untuk bersuara.

“Kalau kami yang paham prosedur saja dipaksa terima perlakuan begini, apalagi masyarakat kecil? Petani di desa? Ini sangat menyedihkan. RS Abdul Moeloek butuh pembenahan, dan kami minta Gubernur Lampung jangan tutup mata,” tegasnya.

Menurutnya, rumah sakit milik Pemprov Lampung itu seharusnya menjadi wajah pelayanan kesehatan di provinsi ini. 

Namun kenyataannya, yang ditampilkan justru sebaliknya, buruknya komunikasi, lemahnya empati, dan keputusan medis yang terburu-buru.

“Gubernur harus turun tangan. Ini bukan cuma soal satu pasien, tapi menyangkut martabat pelayanan publik di sektor paling vital: kesehatan,” pungkasnya.

Hendri yng juga kepala Dinas Perdagangan Lampung Utara itu berharap agar RS Abdul Moeloek mendapat teguran keras dari Gubernur Lampung dan dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap standar operasional pelayanan, terutama dalam penanganan pasien rujukan dan komunikasi antara tenaga medis dan keluarga pasien.

“Kalau tidak segera dibenahi, bukan tidak mungkin ada nyawa lain yang jadi korban,” ujar Hendri.

Kasus ini menjadi cermin buruknya pengawasan terhadap rumah sakit pemerintah yang seharusnya menjunjung tinggi standar pelayanan kesehatan publik. Pemerintah Provinsi Lampung dituntut tidak tinggal diam.(Jim)

Post a Comment

Previous Post Next Post