Kuansing, 14 Juli 2025 — Pacu Jalur, tradisi lomba perahu panjang yang menjadi ikon budaya masyarakat Kuantan Singingi (Kuansing), Riau, kembali menarik perhatian sebagai bagian dari warisan budaya tak benda Indonesia. Tradisi ini bukan hanya perlombaan, tetapi juga simbol jati diri dan sejarah panjang masyarakat di sepanjang Sungai Kuantan.
Berasal dari abad ke-17, jalur awalnya digunakan sebagai alat transportasi sungai untuk mengangkut hasil bumi seperti padi, kelapa, dan rempah-rempah. Seiring waktu, perahu-perahu ini dihias dengan ukiran dan ornamen khas yang mencerminkan status sosial pemiliknya.
Pada masa penjajahan Belanda, Pacu Jalur sempat dialihfungsikan sebagai acara peringatan ulang tahun Ratu Wilhelmina setiap tanggal 31 Agustus. Meski berada di bawah tekanan kolonial, masyarakat tetap antusias mengikuti perlombaan ini sebagai bentuk kebersamaan dan semangat kolektif.
Pasca kemerdekaan Indonesia, Pacu Jalur kembali dihidupkan sebagai agenda tahunan dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia setiap bulan Agustus. Saat ini, perlombaan tersebut digelar secara rutin di Tepian Narosa, Teluk Kuantan, serta beberapa kecamatan lainnya di wilayah Kuansing.
Perlombaan Pacu Jalur diikuti oleh puluhan tim, masing-masing terdiri dari lebih dari 50 pendayung yang berlomba menyusuri Sungai Kuantan. Tidak hanya perlombaan, acara ini juga dimeriahkan dengan pertunjukan seni tradisional, bazar UMKM, serta panggung hiburan rakyat, menjadikannya salah satu daya tarik utama wisata budaya di Provinsi Riau.
“Pacu Jalur adalah jati diri masyarakat Kuansing yang wajib kita lestarikan,” ujar salah satu tokoh adat setempat.
Pacu Jalur bukan warisan Belanda, melainkan kekayaan lokal yang sempat dimanfaatkan penjajah dan kini kembali menjadi milik rakyat. Dengan akar budaya yang kuat dan partisipasi masyarakat yang tinggi, tradisi ini terus berkembang sebagai ajang pelestarian budaya sekaligus promosi pariwisata daerah.

Post a Comment