Keinginan Warga Dicuekin, PT HKKB Tetap Lakukan Kegiatan



Bandarlampung – Keinginan warga Kelurahan Way Dadi, Way Dadi Baru, Kecamatan Sukarame, dan warga Way Halim Permai, Kecamatan Way Halim, Bandar Lampung, agar PT Hasil Karya Kita Bersama (HKKB) menghentikan seluruh kegiatannya hingga semua persoalan dan perizinan selesai, sebagaimana terungkap dalam konsultasi publik, Sabtu (13/1/2024) silam, di Hotel Nusantara, ternyata dicuekin.


Buktinya, Minggu (21/1/2024) siang, sedikitnya empat pekerja tengah sibuk menyusun tembok beton pada lahan yang bersebelahan dengan kantor Toyota Way Halim.

Dengan topangan susunan bambu guna mengangkat bongkahan tembok beton yang relatif berat, para pekerja tampak terburu-buru melakukan tugasnya. Seakan memahami jika warga sekitar –dan berbagai kalangan- telah meminta PT HKKB untuk menyetop aktivitas di lahan tepian Jln Bypass Soekarno-Hatta, Way Halim, tersebut.

Sebagaimana diketahui, penebangan ratusan pohon berusia 20 tahunan oleh PT HKKB di lahan sekitar 20 hektare pada kawasan Kecamatan Sukarame dan Way Halim serta telah diganti dengan pengurugan ribuan kubik material itu, menuai protes dari berbagai kalangan.

Mulai dari warga sekitar, aktivis lingkungan, ormas Laskar Lampung, pakar lingkungan, hingga anggota DPR RI, telah menyuarakan pendapatnya. Namun, PT HKKB yang disebut-sebut merupakan anak perusahaan Sinar Laut Grup, seakan tidak mempedulikan semuanya.

Terlepas dari arogansi PT HKKB yang mengecilkan suara rakyat Bandar Lampung, Kamis (25/1/2024) nanti, Komisi I DPRD Bandar Lampung untuk ketiga kalinya akan menggelar rapat dengar pendapat mengenai perusakan lingkungan dan penguasaan lahan di tepian kiri-kanan Jln Bypass Soekarno-Hatta dan samping serta depan Transmart Lampung itu.

Dan dipastikan, persoalan yang melilit PT HKKB ini akan berbuntut panjang. Pasalnya, aksi sewenang-wenang dengan melakukan perusakan lingkungan tersebut, telah sampai ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Adalah anggota Fraksi Partai Golkar DPR RI, Hanan A Rozak, asal Dapil Lampung II, yang langsung menghubungi Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), menyampaikan informasi mengenai telah diluluhlantakkannya ratusan pohon penghijauan di kawasan Hutan Kota tersebut.

“Saya sudah teruskan informasinya ke Ditjen Gakkum KLHK dan minta agar menurunkan tim untuk investigasi masalahnya,” kata Hanan A Rozak, Jum’at (19/1/2024), sebagaimana dikutip dari harianmomentum.com.

Menurut mantan Bupati Tulangbawang itu, Ditjen Gakkum KLHK telah merespon informasi yang disampaikannya terkait penggundulan Hutan Kota di wilayah Kecamatan Way Halim dan Sukarame itu.

“Nanti ada tim yang turun untuk mengkaji. Biar masalahnya selesai. Kan ini terkait dengan lingkungan hidup. Pak dirjennya sudah ada respon,” ucap tokoh Partai Golkar Lampung itu.

Dikatakan, kawasan tersebut merupakan jalur hijau yang dijadikan sebagai Hutan Kota. Sehingga, pemerintah saat itu menanam pohon di lokasi tersebut.

“Yang nanam bukan pribadi, tapi pemerintah. Harapannya itu menjadi ruang terbuka untuk menyerap karbondioksida,” ujar Hanan seraya menegaskan, tanah yang berada di jalur hijau tidak bisa digunakan untuk pembangunan.

Menurut anggota Komisi IV DPR RI tersebut, dalam persoalan ini jangan bicara hak kepemilikan. Walaupun itu hak miliknya, tetapi tidak bisa digunakan untuk pembangunan, karena kawasan tersebut merupakan jalur hijau.

Hanan A Rozak juga sangat menyayangkan adanya penebangan ratusan pohon berusia puluhan tahun di Hutan Kota tersebut.

“Ini sama saja tidak menganggap pemerintah. Pohon-pohon itu kan aset pemerintah yang sudah berumur puluhan tahun. Kenapa kok semudah itu ditebang,” katanya lagi.

Sebelumnya, pakar lingkungan dari Unila, Prof. Dr. Ir. Slamet Budi Yuwono, MS. IPU, menyampaikan, adanya aksi penebangan ratusan pohon penghijauan tersebut memberi dampak negatif bagi warga yang tinggal di Kelurahan Way Dadi, Way Dadi Baru, Kecamatan Sukabumi, dan Way Halim Permai, Kecamatan Way Halim.

“Dampak negatif penebangan ratusan pohon itu sangat memprihatinkan bagi kehidupan masyarakat sekitar. Karena dalam satu hektare kawasan penghijauan, menghasilkan sedikitnya 200 ton oksigen yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Kalau saat ini ada 9 hektare lahan yang digunduli, berarti perusahaan itu telah menghilangkan sekitar 1.800 ton oksigen. Dan tentu saja ini merupakan persoalan berkait erat dengan kejahatan lingkungan,” tutur Prof. Slamet, Selasa (16/1/2024) lalu.

Dikatakan, dibabat habisnya ratusan pohon penghijauan di kawasan kiri-kanan flyover Sultan Agung-Korpri dan samping kanan serta depan Transmart Lampung itu, juga mengakibatkan tidak terserapnya 4.500 ton CO2. Dimana dalam satu hektare pohon penghijauan berkemampuan menyerap CO2 sebanyak 500 ton.

“Jadi bisa dibayangkan akibat penggundulan pohon penghijauan itu. Polusi udara dari kendaraan bermotor yang lalulalang di Jln Bypass Soekarno-Hatta demikian padatnya atau industri yang ada di sekitar wilayah itu, saat ini tidak bisa lagi terserap. Masyarakat sekitar benar-benar menghadapi tragedi kemanusiaan yang cukup ironis akibat pembabatan kawasan ruang terbuka hijau tersebut,” lanjut Prof Slamet dengan nada prihatin.

Dikatakan, keberadaan pohon penghijauan sangat penting bagi masyarakat dan lingkungan. Karena memiliki fungsi melindungi erosi, menyerap polutan, dan menghasilkan oksigen.

Menurutnya, penolakan atas akan disusunnya analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) yang dilakukan warga setempat dalam acara konsultasi publik yang digagas PT HKKB, Sabtu (13/1/2024) lalu, telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

“Saya mengapresiasi apa yang menjadi sikap warga masyarakat setempat. Karena memang aturannya, jika sebuah perusahaan mengajukan AMDAL namun sebelumnya telah dilakukan kegiatan di lapangan, maka harus ditolak. Bahkan harus langsung ditolak. Ini aturan yang bicara. Harus ada izin lingkungan dulu, dalam hal ini AMDAL, baru boleh ada kegiatan di lapangan. Jangan dibalik-balik,” ucap Prof Slamet.

Ditambahkan, seharusnya Pemkot Bandar Lampung yang memfasilitasi atau melindungi ruang terbuka hijau (RTH), bukan justru membiarkan hancurnya kawasan tersebut. (sugi)

Post a Comment

Previous Post Next Post