Mahasiswa Lampung Tuntut Pemerintah Cabut Regulasi Anti Rakyat







(Bandar Lampung) – Belasan mahasiswa Lampung yang tergabung dalam Suara Rakyat Lampung (SURYA) melakukan aksi menuntut pemerintah mancabut regulasi dan kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat, diantaranya UU Cipta Kerja, KUHP yang baru, Permenaker Nomor 5 Tahun 2023.

Selain itu, massa yang tergabung dari beberapa organisasi mahasiswa ini juga menolak RUU Sisdiknas, serta menuntut pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga. Mereka juga meminta pemerintah mewujudkan reforma agraria sejati, dan mewujudkan pendidikan gratis, ilmiah, demokratis, dan mengabdi terhadap masyarakat.

Mahasiswa melakukan aksi, Rabu (22/3/2023), di depan kampus Universitas Bandar Lampung (UBL). Salah satu perwakilan massa aksi, Sultan Ahli Sahbana mengatakan, dalam kondisi krisis berlapis saat ini mulai dari krisis ekonomi, krisis kesehatan, dan krisis politik, pemerintahan membuat regulasi dan kebijakan yang tidak berpihak kepada masyarakat. Bahkan, dengan kebijakan tersebut pun pemerintah tidak mampu membawa Indonesia keluar dari krisis.

Dalam rilis yang disebarkan massa aksi, dijelaskan terjadi kenaikan angka masyarakat miskin Indonesia sebesar 0,3% per September 2022. Menurut data BPS, ada 9,57% atau sebanyak 26,36 juta orang berada di bawah garis kemiskinan.

Data World Bank juga mencatat Indonesia menjadi negara dengan masyarakat miskin ekstrim kedua di Asia dengan 13 juta orang pada tahun 2022. Kondisi ini diperparah dengan kenaikan harga kebutuhan pokok yang meningkat tajam sejak pertengahan 2021. Malah pemerintah menambah beban masyarakat dengan menaikkan PPN menjadi 11% dan mengurangi subsidi BBM sehingga harga BBM naik signifikan.


“Kami mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk terlibat dalam aksi, sebab politik regulasi dan politik ekonomi pemerintahan Jokowi-Makruf Amin berkenaan langsung dengan masyarakat secara luas. Semua sektor terdampak, mulai dari perburuhan, lingkungan, agraria, dan perempuan,” tutur Sultan Ahli Sahbana.

Dia memaparkan salah satu agenda terbesar mahasiswa adalah menuntut pencabutan UU Cipta Kerja. Menurut dia, sejak mulai dibahas pada 2018, banyak kalangan yang sudah menolak UU Cipta Kerja. Pertama, UU Cipta Kerja cacat secara formil. Orientasi UU Cipta Kerja menguntung beberapa investasi karena disusun oleh para pengusaha yang berada di Kamar Dagang Indonesia (Kadin) tanpa melibatkan masyarakat secara luas.

Menurut dia, dalam UU Cipta Kerja pada kluster ketenagakerjaan menghilangkan hak-hak pekerja, pertama fleksibilitas tenaga kerja outsourcing atau tenaga kontrak dengan tanpa klasifikasi kelas pekerjaan.

“Jadi, setiap pekerjaan bisa di-outsourcing kan sekarang, padahal pada UU ketenagakerjaan yang sebelumnya, ada beberapa pekerjaan yang tidak bisa di-outsourcing-kan,” jelas Sultan Ahli Sahbana.

Selanjutnya, jam lembur ditambah satu jam, penghilangan hak-hak perempuan berupa cuti haid dan cuti melahirkan.

Dia menjelaskan, pada UU ketenagakerjaan sebelumnya hak cuti haid dan melahirkan tercantum dalam UU, tetapi dalam UU Cipta Kerja, opsi pemberian dua hak cuti khusus itu diatur pengusaha dalam produk hukum turunan lainnya seperti peraturan perusahaan atau perjanjian kerja.

Selain itu, lanjut Sultan Ahli Sahbana, UU Cipta Kerja juga memudahkan pengusaha mem-PHK pekerjanya, sebab sangketa industrial antara pekerja dan perusahaan tidak harus maju dulu ke persidangan peradilan hubungan industrial.

“UU Cipta Kerja menghapus pasal tersebut,” tuturnya.

Di Kluster Lingkungan, jelas Sultan Ahli Sahbana, izin lingkungan dihilangkan, lalu pembuatan analisis dampak lingkungan hidup disederhanakan. UU Cipta Kerja juga menghilangkan keterlibatan beberapa instrumen dalam analisis dampak lingkungan, seperti masyarakat yang terdampak, pemerhati lingkungan, atau aktivis lingkungan.

“Perizinan dialihkan ke pemerintah pusat, tanpa melibatkan pemerintah daerah lagi,” katanya. 

Post a Comment

Previous Post Next Post