Tak Sanggup Bayar SPP, Siswi SMKN 1 Katibung Terpaksa Putus Sekolah


Lamsel,  – Kejadian miris dialami siswi SMKN 1 Katibung, Kecamatan Katibung Kabupaten Lampung Selatan.




Siswi tersebut merasa malu dan jadi bahan bullying yang diduga sempat dilakukan oleh salah seorang oknum guru.

Alhasil, akhirnya siswi tersebut tidak melanjutkan studi untuk belajar di sekolah yang telah ditempuh hampir dua tahun ini.

Siswa inisial ADA (17) ini kini terpaksa harus bekerja sebagai penjaga toko guna menopang dan membantu ekonomi keluarga, merelakan haknya sebagai warga negara Indonesia menerima pendidikan.

Meski berbagai upaya dilakukan pihak keluarga salah satunya membawa Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM), namun SMKN 1 Katibung bersikukuh jika siswi tersebut harus membayar tunggakannya.

Ironisnya lagi, siswi ini bahkan sempat tidak dapat mengikuti ujian semester pertama tahun ini pada Senin (20/02/2023).

Tidak menyerah sampai disitu, orang tua dari siswa (ADA) terus berusaha, belum lama ini mendatangi pihak sekolah guna menanyakan siapa tahu ada kebijakan dari pihak sekolah.

Akan tetapi, justru disodorkan keterangan tunggakan yang harus segera dibayarkan pada bendahara sekolah dengan rincian yang harus dibayarkan untuk PKL Rp 300.000., SPP Kelas XI Rp 1.600.000,- , DU Kelas Rp 1.220.000,-, dan SPP kelas XII Rp 1.280.000.

“Jika dikalkuliasikan keseluruhan biaya yang harus dibayar Rp 4.400.000,- tentu kami tidak mampu, dan terpaksa anak kami harus berhenti dari sekolah,” ungkap orang tua ADA dengan muka sedih belum lama ini dikediamannya di Dusun Sidorukun desa Seloretno.

Menurut orang tuanya, ADA sendiri sebenarnya ingin melanjutkan pendidikan, akan tetapi harus membayar hutang ke sekolah, baik itu akan melanjutkan ataupun putus sekolah, tetap bayar tunggakan.

“Kami ini orang dengan kondisi yang kurang mampu mas, kami hanya minta keringanan tunggakan, tapi pihak sekolah bersikukuh harus bayar, sampai anak saya sekarang jadi pekerja jaga toko di pasar sidomulyo,” ucap orang tua ADA.

Sementara itu, siswi ADA menambahkan, dirinya sangat menyesalkan, kepada salah satu oknum guru yang mengeluarkan perkataan dengan nada menghina.

“Kamu itu hanya menjadi parasit disekolah saja,” kata ADA menirukan ucapan oknum guru tersebut kepadanya.

“Apakah karena saya ini belum bayar tunggakan sekolah dan menjadi parasit di sekolahan,” cetus ADA sambil tertunduk sedih.

Saat ini, pihak keluarga ADA ingin melanjutkan pendidikan dengan cara pindah ke sekolah lain, akan tetapi rencana tersebut sirna, lantaran data ADA masih terdaftar pada sekolah tersebut.

“Padahal anak saya sudah tidak sekolah lagi, tetapi masih terdata di SMK Negeri 1 Katibung, ini diduga pihak sekolah masih mengambil dana yang masuk dari aplikasi dapodik,” jelasnya.

Orang tua ADA berharap agar anaknya dapat dikeluarkan dari dapodik agar bisa melanjutkan ke sekolah lain dapat menarik dan menerima mengenyam pendidikan sampai tuntas.

Kepala sekolah SMKN 1 Katibung Suparman, saat hendak diminta klarifikasinya oleh awak media ini melalui WhatsApp maupun telepon tidak merespon.

Diharapkan kepada pihak terkait Dinas Pendidikan Provinsi Lampung, agar segera turun ke sekolah, karena ini bisa mencoreng citra atas pendidikan, di provinsi Lampung.

Menyoal permasalahan ini, pihak sekolah diduga sudah melanggar peraturan seperti Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 61 Tahun 2020 Tentang Peran Serta Masyarakat Dalam Pendanaan Pendidikan Pada Satuan Pendidikan Menengah Negeri. Maka akan ada sanksi keras yakni berupa pemberhentian.

Lalu jika menilik dari Peraturan Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pendidikan, dikatakan bahwa Sekolah Negeri mulai dari Tingkat SD, SMP dan SMA/SMK, bebas iuran Pembayaran SPP.

Lalu adanya undang-undang no 20 tahun 2003 yang menjelaskan Dalam UU ini diatur mengenai dasar, fungsi, dan tujuan sistem pendidikan nasional; prinsip penyelenggaraan pendidikan; hak dan kewajiban warga negara, orang tua, masyarakat, dan pemerintah; peserta didik; jalur, jenjang, dan jenis pendidikan; bahasa pengantar; dan wajib belajar.

Akan tetapi fakta dan nyatanya, semua itu tidak dianggap pihak sekolah, dan dianggap tidak berarti di sekolah-sekolah, bahkan sekolah yang dikatakan bebas dari pungutan, hanyalah menjadi sebuah slogan dan sekedar tulisan belaka.

Dimana spanduk/banner yang terpampang di setiap sekolah ternyata, tidak sesuai dengan praktek dan kenyataan dilapangan.

Ini terbukti dan terjadi di SMKN 1 Katibung, Kecamatan Katibung Kabupaten Lampung Selatan, siswa-siswi yang tidak mampu diwajibkan dan dibebani Biaya SPP, Uang Pembangunan Sekolah, yang besarannya melebihi dari anggaran Dana Biaya Operasional Sekolah (BOS) yang ditanggung Pemerintah terhadap setiap siswa penerima.

Post a Comment

Previous Post Next Post