Kasus Gratifikasi Unila, Jika Cukup Bukti KPK Tidak Akan Segan Menetapkan Tersangka Baru

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selalu mengapresiasi asumsi dan penilaian berbagai pihak terkait gratifikasi kasus Unila yang melibatkan Karomani.





Namun, menurut Juru Bicara KPK Ali Fikri, sebagai penegak hukum KPK harus tetap mematuhi aturan hukum. Karena KPK dalam memutuskan status hukum terhadap seseorang bukan karena desakan, opini dan persepsi.

"Sepanjang cukup alat bukti, siapapun itu pasti kami (KPK) tetapkan sebagai tersangka," ujar Ali Fikri, saat dikonfirmasi, kemarin.

Sebelumnya dilansir, Ketua Harian Ikatan Alumni (IKA) Universitas Lampung (Unila), Abdullah Fadri Auli, S.H., M.H., angkat suara terkait adanya beberapa nama yang disebut Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memberi suap dan gratifikasi kepada terdakwa Prof. Karomani dkk. Yakni tindak pidana korupsi berupa pemberian suap penerimaan mahasiswa baru Unila.

“Sudah seharusnya Sulpakar dan orang-orang yang menyuap lainnya dijadikan tersangka juga, bukan cuma Andi Desfiandi seorang. Apalagi kalau dilihat dari nilai dan kapasitasnya orang-orang itu jauh lebih besar dan kapasitasnya justru harusnya mereka adalah orang-orang harusnya memberikan contoh yang baik. Bayangkan seorang Sulpakar adalah Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Lampung. Ada juga seorang anggota DPR-RI, kepala daerah. Jadi sangat tidak adil kalau yang dijadikan tersangka dan terdakwa hanya Andi Desfiandi saja oleh KPK,” tegas Abdullah Fadri Auli, Sabtu (14/1/2023).

Dalam dakwaan JPU KPK dijelaskan pemberian uang oleh Sulpakar selama kurun waktu tahun 2020 sampai tahun 2022. Nilai pemberian uang oleh Kadis Pendidikan Lampung yang juga Pj. Bupati Kabupaten Mesuji kepada Karomani nilainya cukup fantastis mencapai Rp.1,1 miliar.

Dimulai Tahun 2020 penerimaan dari Sulpakar setelah pengumuman kelulusan Seleksi Masuk Mandiri Perguruan Tinggi Negeri (SMMPTN) atau Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) tahun 2020 yang diserahkan di ruangan Rektor Unila senilai Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

Kemudian 2021 Penerimaan dari Sulpakar setelah pengumuman kelulusan SBMPTN tahun 2021 yang diserahkan di ruangan Rektor Unila senilai Rp400.000.000,- (empat ratus juta rupiah) dan Penerimaan dari Sulpakar setelah pengumuman kelulusan SMMPTN atau SBMPTN tahun 2021 di ruangan Rektor Unila senilai Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) .

Terakhir Tahun 2022 penerimaan dari Sulpakar setelah pengumuman SMMPTN atau SBMPTN tahun 2022 di Rumah Pribadi terdakwa Jl. Muhammad Komarudin 12, Rajabasa Jaya, Kec. Rajabasa, Kota Bandar Lampung senilai Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

Bahwa penerimaan uang oleh Terdakwa Karomani menurut JPU tidak pernah dilaporkan ke KPK dalam tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterima sebagaimana dipersyaratkan dalam undang-undang, padahal penerimaan uang itu tanpa alas hak yang sah. Oleh karenanya penerimaan uang itu haruslah dianggap suap karena berhubungan dengan jabatan terdakwa selaku Rektor Unila sebagaimana diatur dalam Pasal 12 C ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Kemudian hal ini juga berlawanan dengan kewajiban atau tugas terdakwa selaku penyelenggara negara yang tidak boleh melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme, serta menerima pemberian gratifikasi sebagaimana dalam ketentuan Pasal 5 angka 4 dan 6 UU RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dan bertentangan Pasal 5 huruf a dan huruf k Peraturan Pemerintah (PP) No. 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil dan Pasal 73 ayat 5 UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.

Namun demikian, Sulpakar dan beberapa nama lainnya hingga kini tak ditetapkan sebagai tersangka. Sementara dalam perkara ini, KPK hanya menetapkan Andi Desfiandi sebagai tersangka karena telah memberi uang sebesar Rp250 juta ke mantan Rektor Unila Prof. Karomani.

Andi Desfiandi dituntut 2 tahun bui. Mantan Rektor IBI Darmajaya itu dinilai telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum melakukan tindak pidana korupsi melakukan suap di penerimaan mahasiswa baru Unila tahun 2022. (*)

Post a Comment

Previous Post Next Post