Daya Berlaku Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik Terhadap Partai Politik Pencatut Nama Anggota Masyarakat

Menjelang perhelatan tahun politik 2024 mendatang, kini sudah mulai masuk tahapan persiapan mulai dari pendaftaran partai politik hingga proses verifikasi Partai Politik baik keanggotaan maupun secara kelembagaan, hal ini sudah mulai diproses oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) baik tingkat Pusat, Provinsi Kabupaten maupun tingkat Kota.



Pada tahapan saat ini, ada yang cukup menarik untuk dilakukan kajian yakni berkaitan dengan Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) yang menggunakan teknologi informasi atau elektronik saat pendaftaran keanggotaan dari sebuah Partai Politik.

Sipol yang saat ini digunakan oleh Partai Politik sejak tanggal 24 Juni 2022, pada dasarnya tidak diatur secara tegas di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum (Pemilu), sehingga hal ini menjadi problema tersendiri bagi penyelenggara atas kegiatan Sipol, oleh karena tidak tegas diatur dalam Undang-Undang Pemilu, maka diterbitkanlah Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 4 tahun 2022, sehingga proses pendaftaran, verifikasi dan Penetapan Partai Politik Peserta Pemilu serta Pengenalan fungsi Sipol ada payung hukumnya.

Dalam proses verifikasi atas keanggotaan setiap partai politik yang mendaftar melalui Sipol, ditemukan beberapa nama anggota masyarakat yang dicatut atau dengan kata lain nama masyarakat diantaranya anggota TNI/Polri, Pegawai Negeri Sipil dan lain-lain termasuk Penyelenggara Pemilu menjadi pengurus dan anggota Partai Politik tertentu.

Kondisi ini terjadi karena nama-nama masyarakat yang dicantumkan sebagai anggota Partai Politik diduga tidak dikonfirmasi terlebih dahulu oleh Partai Politik yang merekrutnya sebagai anggota Partai Politik oleh karenanya terhadap hal ini KPU maupun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dari tingkat Pusat hingga Daerah dengan memberikan informasi kepada masyarakat seluas mungkin untuk ruang konfirmasi melalui website atau link terkait untuk mengecek apakah ada nama masyarakat yang tidak mengajukan diri, tetapi namanya dicatut sebagai anggota Partai Politik yang didaftarkan melalui Sipol KPU.

Dari beberapa wilayah yang sudah mulai memverifikasi keanggotaan Partai Politik, mulai terkuak bahwa terdapat nama-nama masyarakat yang berprofesi seperti di atas terdaftar sebagai anggota sebuah Partai Politik, yang seharusnya profesi tersebut di larang untuk menjadi anggota Partai Politik.

Perdebatan atas peristiwa pencatutan nama masyarakat oleh Partai Politik kini menghangat, banyak ahli mencoba untuk merumuskan perbuatan pencatutan tersebut masuk dalam ranah hukum pidana atau aturan yang menyangkut Pemilu.

Berkaitan dengan hal ini, ada banyak kelompok yang menyatakan bahwa pencatutan nama tersebut masuk dalam rumusan perbuatan pidana sebagaimana yang ada di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), misalkan Pasal 263 Ayat (1) dan Ayat (2) KUHP terkait Pemalsuan Surat yang menjelaskan bahwa barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.

Selain itu, beberapa pihak juga mengaitkan Pasal 378 KUHP terkait Penipuan yang menjelaskan bahwa barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang rnaupun menghapuskan piutang diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Terlepas dari perdebatan para ahli atau kelompok kepentingan yang menyatakan melanggar Pasal 263 KUHP ataupun Pasal 378 KUHP, ada aturan yang lebih mengenakan dan kecenderungannya dapat diterapkan kepada Partai Politik yang melakukan pencatutan nama anggota masyarakat yakni Undang-Undang Informasi Transaksi Eletronik (UU ITE) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Menggunakan UU ITE ini, bukan tanpa dasar karena proses Partai Politik mendaftarkan Sipol itu melalui Teknologi elektronik, maka siapapun yang melakukan pencatutan nama anggota masyarakat atas perbuatannya dapat dikenakan Undang-Undang yang berbasis teknologi elektronik (UU ITE).

Mencatut nama dalam hal ini bukan hanya memasukkan nama anggota masyarakat menjadi pengurus atau anggota Partai Politik saja, tetapi juga luas cakupannya termasuk membuat, menggunakan foto atau dokumen serta nama orang lain untuk membuat akun facebook, twitter, Instagram, blogspot dan lain-lain yang tujuannya untuk kepentingan si pembuat atau pengguna dengan menggunakan data dan identitas orang lain.

Pasal yang lebih mengena untuk diterapkan adalah Pasal 35 UU ITE yang menjelaskan bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik.

Kaitan Rumusan Pasal ini dengan pencatutan nama anggota masyarakat adalah karena data masyarakat yang diserahkan Partai Politik kepada KPU yang dimasukkan ke dalam Sipol (input/upload) dianggap sebagai data otentik selama dan sepanjang tidak ada yang menyatakan keberatan untuk itu, oleh karenanya ketentuan Pasal ini dapat menjadi dasar pengenaan sanksi pidana berkaitan dengan Partai Politik yang mencatut nama anggota masyarakat yang mendaftarkan sebagai anggota dari sebuah Partai Politik apabila ada laporan dari pihak yang dirugikan, tentunya proses laporan di Kepolisian pun tidak dapat dilakukan secara serta merta.

Adapun sanksinya cukup berat, hal ini sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 51 UU ITE Ayat (1) yang menjelaskan bahwa setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).


Penulis:

Ansori,SH.MH

Dosen Fakultas Hukum

Universitas Bandar Lampung

Post a Comment

Previous Post Next Post