Argumen Ngawur, Hanya Karena Sakit Hati Tidak Jadi Menkes?


 



Memang dari awalnya langsung terasa membingungkan, ada kader partai PDI yang notabene pendukung penuh pemerintahan saat ini, malah seperti punya suara tersendiri, berbeda dengan suara kader-kader lainnya. Terutama dalam hal pengadaan vaksin, sepertinya hanya kader satu ini yang menolaknya dengan tegas dan ngegas. Ada apa dengan kader yang satu ini?

 

Mari kita telusuri kronologinya.

 

Dalam sebuah rapat di Ruang Sidang DPR RI pada Selasa, 12 Januari 2021, Ribka Tjiptaning, menyampaikan pendapatnya dengan terlihat begitu kesal dan menggebu-gebu.

 

 

 

"Yang kedua, kalau persoalan vaksin. Mana ini si Saleh ini pergi. Saya tetap tidak mau divaksin maupun sampai yang 63 tahun bisa divaksin, saya udah 63 nih, mau semua yang usia boleh, tetap, di sana pun hidup di DKI semua anak cucu saya dapat sanksi lima juta, mending gua bayar. Mau jual mobil kek." Ketus Ribka.

 

"Bagaimana orang Bio Farma juga masih bilang belum uji klinis ketiga dan lain-lain. Ini pengalaman saya ini Saudara Menteri. Ini saya omong lagi nih di rapat ini ya. Vaksin untuk antipolio malah lumpuh layu di Sukabumi. Terus anti kaki gajah di Majalaya mati 12 (orang), karena di India ditolak, di Afrika ditolak, masuk di Indonesia dengan 1,3 triliun, waktu saya ketua komisi. Saya ingat betul itu, jangan main-main vaksin ini, jangan main-main." Lanjutnya lagi. Sumber

 

Paling tidak, ada 3 poin yang saya tangkap dalam argumen Ribka mengapa dia menolak vaksin covid 19 merk Sinovac, yang sudah digunakan dalam vaknisasi tahap pertama, 13 Januari lalu.

 

Pertama, vaksin belum diuji klinis ke 3. Kedua, vaksin antipolio malah bikin lumpuh. Ketiga, vaksin anti kaki gajah malah bikin orang meninggal.

 

Secara ringan saja, kita bisa membantah argumen beliau ini, kalau kita mau sedikit saja meng-crosscheck data, apa yang sebenarnya terjadi dengan fakta-fakta yang disampaikan Ribka.

 

Pertama, mengenai vaksin belum diuji klinis yang ketiga

 

 

 

Sangat disayangkan kalau sekelas perwakilan rakyat, yang digaji besar oleh negara, tidak mengetahui perkembangan isu yang penting bagi rakyat yang memilihnya. Mengecewakan sekali. Jelas vaksin Sinovac sudah sampai pada uji klinis yang ketiga dan hasilnya 65,3 persen . Hasil ini telah memenuhi standar persyaratan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), di mana minimal efikasi yang harus dicapai adalah 50 persen. Sumber

 

Memang hasil efikasinya tidak sebagus bila dibandingkan hasil uji klinis vaksin yang sama di negara lain. Namun prosentase keamanannya ternyata cukup bagus. Maka tidak ada alasan untuk menolak vaksin Sinovac ini.

 

Kedua, mengenai orang yang divaksin polio, malah lumpuh

 

Ini pun sama, seandainya dia mau membuka data dan fakta, tentu kesalahan seperti ini tidak perlu terjadi. Nyatanya, kejadian yang terjadi di tahun 2005 ini, menjelaskan bahwa bayi lelaki 18 bulan di Sukabumi, mengalami lumpuh setelah divaksin anti polio, setelah diperiksa, ternyata kelumpuhannya terjadi bukan karena vaksin, melainkan bayi tersebut sebelumnya belum diimunisasi oleh keluarganya.

 

Mengenai 12 orang yang meninggal setelah vaksin kaki gajah

 

Padahal, kalau saja dia mau sedikit menggunakan gajinya sebagai anggota DPR untuk beli kuota, dia tentu bisa mencari fakta bahwa kejadian 2009 itu sebenarnya bukan begitu. Sebagian yang meninggal itu terjadi setelah begitu banyaknya warga yang berobat karena ketakutan akan penyakit tersebut.

 

Adapun perihal orang yang meninggal, sebagian belum menggunakan vaksin tersebut sama sekali. Sedangkan yang lainnya sudah menggunakan vaksin, hanya saja ada penyakit penyerta yang mereka bawa dalam tubuh mereka.

 

Jadi, kesimpulannya, argumen Ribka ini memang lemah sekali dan cenderung kesannya hanya untuk membuat keributan saja.

 

Dari pada itu, saya menjadi curiga, niat untuk "membisingkan" masalah penolakan vaksin Covid 19 ini, jangan-jangan hanya karena kemungkinan sakit hati karena pernah masuk calon Menkes 2014, tapi tidak jadi terpilih.

 

Lalu, begitu giliran Terawan Agus diganti, yang dipilih malah Budi Gunadi Sadikin, yang jelas latar belakangnya bukan dari bidang kesehatan, melainkan ahli kimia nuklir dan ahli ekonomi.

 

Masuk akal juga kalau Ribka marah, karena bisa jadi dia sedang menantikan posisi itu, sedangkan dia juga pas berlatar berbelakang kesehatan. Makanya dia pernah menyindir Jokowi, menanyakan siapa pembisiknya sehingga memilih ahli nuklir menjadi Menkes. Mungkin dalam hati dia bertanya, mengapa bukan dia yang seorang dokter, yang dipilih?

 

Ternyata, dia dokter, lho. Dokter yang anti vaksin, atau dokter yang kecewa tidak diberikan posisi? Entahlah!


Sumber : https://seword.com/pendidikan/argumen-ngawur-hanya-karena-sakit-hati-tidak-jadi-kUd1VkWHYP


Post a Comment

Previous Post Next Post