BANDAR LAMPUNG – Sengketa lahan seluas 10 hektare di Kabupaten Tulang Bawang kembali mencuat. Tanah yang kini menjadi lokasi strategis berdirinya kompleks Rumah Dinas Bupati, Rumah Dinas Wakil Bupati, Rumah Dinas Ketua DPRD, SMAN 1 Menggala, dan berbagai kantor pemerintahan lainnya, diklaim belum diselesaikan ganti ruginya kepada pemilik sah.
Kuasa hukum pemilik tanah dari Law Office Gindha Ansori Wayka & Rekan (GAW), yang dipimpin oleh Ansori, SH., MH, resmi melayangkan surat permohonan fasilitasi penyelesaian kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) RI pada Rabu, 5 November 2025.
Dasar Hukum Kepemilikan yang Inkracht
Tanah seluas 10 hektare tersebut adalah bagian dari lahan yang lebih besar (50,375 hektare) milik almarhum Hanafi Gelar Sutan Nimbang Alam, yang telah menjadi objek sengketa sejak tahun 1981.
Kuasa hukum menegaskan kepemilikan kliennya berdasarkan serangkaian putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht):
Putusan Kasasi Mahkamah Agung RI Nomor: 2235 K/Pdt/1992 tanggal 16 November 1994.
Putusan Peninjauan Kembali (PK) Nomor: 589 PK/Pdt/1999 tanggal 25 Juli 2002.
Putusan-putusan tersebut secara konsisten menegaskan bahwa lahan di Umbul Tulung Balak Bawang Beter, Kecamatan Menggala, adalah milik sah keluarga Hanafi yang belum dibagi.
Janji Pembayaran Ganti Rugi yang Mangkir
Tim kuasa hukum mengungkap bahwa pada tahun 1997, Bupati Tulang Bawang saat itu, Hi. Santori Hasan, pernah mengeluarkan surat resmi yang berisi komitmen pemerintah daerah untuk melaksanakan putusan Mahkamah Agung RI dan melakukan pembayaran ganti rugi yang akan dimasukkan dalam APBD Tahun 1998/1999.
Namun, rencana pembayaran ganti rugi tersebut tidak pernah terwujud. Sejak saat itu, hak pemilik tanah terus terabaikan meskipun tanahnya digunakan penuh untuk kepentingan pemerintahan.
Permintaan Intervensi Pemerintah Pusat
Setelah menunggu selama 44 tahun (1981–2025), tim GAW meminta Kemendagri, khususnya Dirjen Bina Keuangan Daerah, untuk memfasilitasi kasus ini. Mereka menilai pemerintah daerah telah mengabaikan prinsip keadilan dan supremasi hukum.
"Ini bukan sekadar persoalan administratif, melainkan soal penghormatan terhadap hak asasi dan supremasi hukum,” tulis tim kuasa hukum.
Surat permohonan ini ditembuskan ke sejumlah lembaga tinggi negara, termasuk Presiden RI, Ketua DPR RI, Menteri Keuangan, dan Menteri ATR/BPN.
Jika tidak ada tindak lanjut, tim hukum menyatakan siap mengambil langkah lanjutan, termasuk permohonan eksekusi terhadap aset daerah yang berdiri di atas lahan sengketa tersebut. Kasus ini menjadi pengingat penting bagi integritas pemerintah daerah dalam menyelesaikan warisan masalah agraria.
Apa tantangan hukum terbesar yang mungkin dihadapi Kemendagri dalam memfasilitasi sengketa ini, mengingat putusan pengadilan sudah inkracht dan melibatkan aset vital daerah?

Post a Comment