MESUJI – Wakil Gubernur Lampung Chusnunia Chalim (Jihan Nurlela) mengunjungi keluarga pra-sejahtera di kawasan Register 45, Pemukiman Karya Jaya, Sungai Buaya, Kabupaten Mesuji, Senin (20/10/2025).
Kunjungan tersebut dilakukan usai mencuatnya kasus seorang ibu yang dilaporkan karena merantai anaknya berusia enam tahun (S) dan meninggalkannya sendirian di rumah.
Peristiwa yang sempat menghebohkan publik itu ternyata menyimpan kisah pilu tentang kemiskinan, keputusasaan, dan kasih seorang ibu.
“Kita tidak bisa melihat kasus ini hanya dari sisi hukum. Ada aspek lain yang sangat kompleks, seperti kesehatan, psikologis, dan ekonomi,” ujar Jihan saat meninjau langsung kondisi keluarga tersebut.
Kisah di Balik Tindakan Sang Ibu
Keluarga tersebut memiliki dua anak, S (6) dan T (2). Sang ayah bekerja sebagai buruh tani harian lepas, sementara sang ibu harus rutin membawa anak bungsunya, T, berobat ke rumah sakit karena menderita penyakit jantung bawaan dan bibir sumbing (labiopalatoskizis). Kondisi itu juga menyebabkan T mengalami stunting.
Karena keterbatasan ekonomi, keluarga ini hanya memiliki satu sepeda motor tua sebagai alat transportasi.
Setiap kali harus membawa T berobat jauh, sang ibu terpaksa meninggalkan S di rumah.
Demi menghindari bahaya—karena S pernah bermain hingga ke sungai dan jalan raya—ia mengikat anaknya dengan rantai agar tetap aman di rumah. Dari situlah peristiwa ini bermula.
“Ini memang tidak bisa dibenarkan, tetapi kita juga harus memahami latar belakangnya. Ibu ini tidak punya pilihan lain,” kata Jihan lirih.
Pemprov dan Pemkab Turun Tangan
Pemerintah Provinsi Lampung bersama Pemerintah Kabupaten Mesuji kini memberikan pendampingan intensif kepada keluarga tersebut.
Tim dari Dinas Sosial, tenaga kesehatan, serta psikolog diterjunkan untuk menilai kondisi keluarga dan menyiapkan rencana operasi bagi T.
“Besok dokter akan menjemput mereka untuk pemeriksaan lanjutan dan persiapan tindakan medis,” tutur Jihan.
Wakil Gubernur menegaskan, penanganan kasus semacam ini tidak boleh hanya berfokus pada satu aspek, tetapi harus dilakukan secara komprehensif dan berkeadilan sosial.
“Kita tidak bisa hanya menyelesaikan satu masalah dan mengabaikan yang lain. Semua saling terkait—kesehatan, pendidikan anak, hingga kondisi ekonomi. Inilah wajah kemiskinan yang harus kita tangani dengan empati,” pungkasnya. (*)

Post a Comment