JAKARTA – Pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Penyelesaian Konflik Agraria oleh DPR RI pada 2 Oktober 2025 dinilai sebagai langkah maju untuk menuntaskan sengketa tanah yang menahun. Namun, langkah ini dibayangi potensi konflik kepentingan, terutama mengingat komposisi anggota Pansus.
Pansus yang dijadwalkan mulai bekerja pada November 2025 ini menghadapi tugas berat, mulai dari sengketa di kawasan hutan konservasi hingga benturan kebijakan tanah adat.
Peneliti Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wasisto Raharjo Jati, mengingatkan bahwa tantangan terbesar Pansus Agraria adalah menjaga independensi dan memastikan Pansus tidak hanya menjadi "proyek politik yang menguap di tengah jalan."
Sorotan terhadap Komposisi Anggota Pansus
Wasisto menyoroti kekhawatiran publik terhadap independensi Pansus karena sebagian anggotanya masih diisi oleh figur-figur yang dekat dengan jaringan kekuasaan masa lalu atau era Orde Baru.
"Hal ini yang sepertinya menjadi tantangan tersendiri karena apabila itu bersentuhan dengan lahan miliknya penguasa, berpotensi menimbulkan konflik kepentingan," kata Wasisto, Rabu (29/10/2025).
Wasisto juga berharap Pansus Agraria dapat aktif mendorong pengesahan RUU Masyarakat Adat sebagai landasan pengakuan hukum terhadap masyarakat sebagai pemilik lahan.
Contoh Konflik Agraria yang Mendesak di Lampung
Laporan menunjukkan salah satu konflik agraria yang berlarut-larut terjadi di Provinsi Lampung, khususnya di tiga kampung di Kecamatan Anak Tuha, Lampung Tengah: Kampung Negara Aji Tuha, Negara Aji Baru, dan Bumi Aji, melawan PT Bumi Sentosa Abadi (BSA).
| Aspek Konflik | Detail Kasus Lampung Tengah |
| Durasi | Berlarut sejak tahun 1972. |
| Klaim Warga | Warga mengklaim lahan seluas 807–955 hektare sebagai Tanah Adat. |
| Penyebab Sengketa | Perusahaan mengklaim memiliki Hak Guna Usaha (HGU) atas tanah tersebut, meskipun lahan yang dikelola PT BSA sebelum 2022 hanya sekitar 60–65 hektare sawit. |
| Eskalasi | September 2023 terjadi penggusuran paksa melibatkan 1.500 personel TNI, Polri, dan Satpol PP, disertai penangkapan dan kriminalisasi warga. |
| Tuntutan Terbaru | Sejak April 2025, warga menuntut pencabutan HGU PT BSA, pembebasan petani yang ditahan, dan penarikan aparat. |
Pada 6 Oktober 2025, delapan petani kembali diperiksa polisi terkait sengketa tersebut, yang dianggap warga sebagai bentuk keberpihakan aparat penegak hukum kepada kepentingan modal.
Wasisto menekankan bahwa penyelesaian konflik pertanahan akan rumit dan membutuhkan waktu panjang karena melibatkan banyak kepentingan lintas level. Namun, ia berharap Pansus dapat bekerja secara transparan dan berkolaborasi intensif dengan masyarakat sipil.

Post a Comment