Soal Utang Rp1,8 Triliun, Arinal dan Samsudin Saling Serang, Data BPK Jadi Sorotan




Ketegangan antara dua mantan pemimpin Provinsi Lampung mencuat ke permukaan menyusul temuan utang daerah sebesar Rp1,82 triliun per 31 Desember 2024. Arinal Djunaidi, Gubernur Lampung periode 2019–2024, dan Samsudin, Penjabat (Pj) Gubernur yang menjabat sementara pada pertengahan 2024, kini saling tuding sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas kondisi keuangan daerah yang memburuk.

Arinal menegaskan bahwa dirinya tidak meninggalkan utang sebesar itu. Ia bahkan mengklaim mewariskan surplus anggaran sekitar Rp119 miliar kepada pemerintahan setelahnya. "Tidak benar saya meninggalkan defisit Rp1,8 triliun. Justru saya tinggalkan kelebihan anggaran. Jadi Pj Gubernur itu yang harus bertanggung jawab," tegas Arinal, dikutip dari sinarlampung.co.

Menurut Arinal, sebagai Pj Gubernur yang diangkat melalui Keputusan Presiden, Samsudin memiliki tanggung jawab penuh atas keuangan daerah selama masa tugasnya. Ia juga menyindir bahwa Samsudin tidak memahami tata kelola keuangan daerah. “Pj tidak menjalankan tugas Gubernur, malah banyak meresmikan ke sana-sini. Jadi saya pastikan defisit itu bukan tanggung jawab saya,” imbuhnya.

Arinal bahkan meminta agar persoalan keuangan masa jabatannya ditanyakan langsung kepada Sekdaprov saat ini, Marindo Kurniawan, yang sebelumnya menjabat Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) di masa pemerintahannya.

Namun, Samsudin tidak tinggal diam. Ia membalikkan tudingan kepada Arinal dengan menyebut defisit anggaran merupakan hasil dari perencanaan yang buruk pada tahun-tahun sebelumnya. "Kalau paham tata kelola pemerintahan, tentu tahu mekanismenya. Kalau defisit terjadi, berarti perencanaannya yang bermasalah," ujar Samsudin.

Samsudin menilai bahwa defisit tahun 2024 berasal dari proyeksi pendapatan yang tidak akurat, termasuk perkiraan pemasukan dari penjualan aset Way Dadi yang tidak terealisasi serta utang Dana Bagi Hasil (DBH) kepada kabupaten/kota yang tertunggak sejak tahun-tahun sebelumnya.

Polemik ini mencuat setelah Gubernur baru, Rahmat Mirzani Djausal, bersama Wakil Gubernur Jihan Nurlela, mengungkapkan bahwa mereka mewarisi tunggakan utang sebesar Rp1,82 triliun berdasarkan Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD 2024.

Fakta-fakta dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK mengungkapkan tren peningkatan utang selama masa jabatan Arinal. Pada akhir 2019, utang Pemprov Lampung tercatat Rp1,1 triliun, turun menjadi Rp873 miliar pada 2020, namun kembali meningkat drastis pada tahun-tahun berikutnya. Tahun 2022 mencatat defisit Rp548,7 miliar, dan pada 2023 melonjak hingga Rp857,7 miliar atau total utang mencapai Rp1,4 triliun.

LHP BPK juga mencatat bahwa pada akhir 2023, utang daerah mencapai Rp1,53 triliun dengan saldo kas hanya Rp125,1 miliar. Pada awal 2024—saat Arinal masih menjabat—saldo kas tetap sebesar Rp125,1 miliar, namun menyusut menjadi hanya Rp69,8 miliar di akhir tahun.

Dari sisi pendapatan, era Arinal juga menunjukkan kegagalan mencapai target. Pada 2021, target pendapatan Rp7,53 triliun hanya tercapai Rp7,46 triliun. Pada 2022, target Rp6,91 triliun hanya terealisasi Rp6,83 triliun. Sementara pada 2023, realisasi hanya Rp6,98 triliun dari target Rp8,09 triliun. Untuk 2024, target pendapatan Rp8,63 triliun meleset jauh dengan realisasi hanya Rp7,45 triliun—selisih negatif Rp1,17 triliun.

Dengan data dan tudingan saling silang ini, satu hal yang pasti: warisan utang daerah kini menjadi beban besar bagi kepemimpinan Gubernur Rahmat dan Wakil Gubernur Jihan. Sementara dua mantan pemimpin justru saling serang, publik kini menunggu transparansi dan pertanggungjawaban yang sesungguhnya.

Post a Comment

Previous Post Next Post