Pringsewu – Seleksi terbuka untuk posisi Direksi dan Komisaris BUMD Pringsewu yang diklaim “transparan dan objektif” justru memunculkan sinyal kuat bahwa prosesnya sarat kepentingan politik dan nepotisme terselubung. Nama-nama yang lolos seleksi ternyata sudah lama disebut-sebut di ruang publik bahkan sebelum pendaftaran ditutup, memperkuat dugaan bahwa hasilnya telah “disiapkan” jauh hari sebelumnya.
Fakta-Fakta Mencurigakan yang Mencuat:
Daftar Peserta Lolos Diduga Sudah "Diatur":
Sejumlah nama seperti Dwi Pribadi (diduga tim sukses Bupati) dan Fauzan Purnowo (pengusaha ayam yang disebut “unggulan”) lolos dengan skor tinggi. Padahal sebelumnya nama mereka telah beredar luas secara informal. Hal ini menimbulkan dugaan kuat bahwa nilai hanyalah formalitas, sedangkan “siapa yang dibawa siapa” adalah faktor penentu utama.
Komisaris Independen Juga Tak Lepas dari Dugaan Titipan:
Nama Warsito, yang disebut dekat dengan Wakil Bupati, muncul sebagai peraih nilai tertinggi di posisi Komisaris Independen. Padahal seharusnya posisi ini diisi sosok non-politis dan independen.
Dokumen Resmi Beredar Lebih Dulu Lewat Jalur Tidak Resmi:
Menariknya, dokumen hasil UKK tidak pertama kali diumumkan oleh pemerintah daerah, tetapi justru dibocorkan oleh seorang tokoh masyarakat. Ia mengaku mendapatkannya dari jaringan internal birokrasi. Ini menimbulkan tanda tanya besar soal keterbukaan informasi publik dan keabsahan proses resmi yang dilaksanakan.
Meritokrasi atau Ilusi Legalisasi Balas Budi?
Proses seleksi yang dilakukan dengan narasi “uji kelayakan dan kepatutan” nyatanya tak lebih dari etalase kosmetik yang mempercantik penunjukan berdasarkan kedekatan politik. Dalam praktiknya, transparansi hanya menjadi jargon belaka, sedangkan akuntabilitas menjadi korban dari kompromi kekuasaan.
Banyak yang menganggap ini sebagai cerminan dari politik balas budi, di mana posisi strategis BUMD bukan lagi diberikan kepada yang paling cakap, tapi kepada yang paling berjasa secara politik.
Rakyat Bayar, Elite Atur, Kroni Nikmatin
BUMD sebagai instrumen vital pembangunan ekonomi daerah seharusnya dipimpin oleh sosok-sosok profesional dan berintegritas tinggi. Tapi ketika proses rekrutmennya diduga penuh manipulasi dan dominasi kekuasaan, maka arah manajemennya pun bisa melenceng: bukan untuk rakyat, tapi untuk elite.
“Kalau dari hulu sudah keruh, jangan harap hilirnya jernih,” komentar salah seorang warga Pringsewu di media sosial.
Catatan Akhir: Waspada, Kepercayaan Publik Sedang Menipis
Jika dugaan ini benar adanya, maka Pemerintah Kabupaten Pringsewu sedang bermain api. Sebab kekecewaan publik yang tak tertampung bisa menjelma menjadi apatisme kolektif, bahkan resistensi terhadap program-program pemerintah ke depan.
Transparansi bukan hanya soal pengumuman hasil, tapi juga proses. Bukan hanya soal nilai, tapi juga niat.
Kini tinggal menunggu apakah akan ada klarifikasi jujur dari pihak berwenang atau hanya sekadar bantahan klise yang tak menyentuh akar masalah.
Perlu diingat, praktik semacam ini bukan hanya masalah politik jangka pendek, tapi juga ancaman bagi kualitas demokrasi dan pelayanan publik di daerah.
إرسال تعليق