Kota Metroi || Di tengah hiruk pikuk kota kecil seperti Metro, Lampung, keamanan bukan hanya soal angka statistik kriminalitas. Ia adalah rasa. Rasa aman, rasa dilindungi, rasa percaya bahwa ketika sesuatu terjadi, ada yang benar-benar peduli dan bertindak. Dan dalam memori kolektif masyarakat Metro, salah satu sosok yang pernah membuat rasa itu hadir secara nyata adalah AKP Rosali.
Tak berlebihan jika banyak warga yang hingga kini masih menyebut namanya—bukan dalam kerangka jabatan, tapi dalam kerangka kerinduan. Kerinduan terhadap sosok penegak hukum yang bekerja tidak hanya dengan kewenangan, tapi juga dengan empati dan ketulusan.
Jejak yang Masih Terasa
Ketika Rosali dulu bertugas sebagai Kasat Reskrim Polres Metro, banyak warga merasakan perubahan yang nyata. Penanganan kasus berjalan cepat dan transparan, laporan masyarakat ditanggapi tanpa harus menunggu viral, dan yang terpenting: hukum ditegakkan tanpa pandang bulu.
Tak sedikit warga yang terkejut ketika ia turun langsung ke lokasi kejadian, mendatangi korban, atau bahkan berbincang dengan warga biasa di warung kopi. Itu bukan sekadar pencitraan, itu gaya kerjanya. Tegas, profesional, dan tetap hangat. Ia piawai menjembatani antara institusi yang penuh protokol dengan masyarakat yang butuh kejelasan dan kepastian hukum.
Kinerja yang Tak Sekadar Tercatat, Tapi Dirasakan
Kinerja Rosali tak hanya terekam di laporan resmi atau media lokal. Ia terekam dalam cerita-cerita kecil warga. Seorang ibu rumah tangga yang anaknya menjadi korban kekerasan, seorang pemilik toko yang pernah kemalingan, hingga aktivis lokal yang bersuara keras—semuanya punya cerita baik tentang bagaimana Rosali menangani kasus dengan keseriusan yang sama.
Yang kaya, yang miskin, yang punya koneksi, yang rakyat biasa—semua diperlakukan setara. Rosali seolah menegaskan bahwa hukum tidak mengenal kasta. Dalam dirinya, warga melihat bahwa keadilan bukan mimpi muluk, tapi bisa ditegakkan dengan niat baik dan keberanian.
Masyarakat Masih Mengingat
Kini, ketika banyak wajah baru datang dan pergi, masyarakat Metro tetap menyimpan satu nama dalam ingatan mereka. Rosali. Ia sudah lama bertugas di tempat lain. Namun ingatan itu tak luntur. Di perbincangan santai di teras rumah, di pojok warung kopi, atau dalam forum RT yang sederhana, kerinduan terhadap sosoknya masih muncul.
Mereka tak sedang menanti siapa yang akan ‘duduk di kursi’, mereka menanti apakah mungkin—suatu saat nanti—sosok yang pernah mereka percaya bisa kembali hadir. Bukan karena jabatan, tapi karena keyakinan bahwa dia bekerja untuk mereka, bukan untuk sekadar terlihat sibuk.
Karena yang Baik, Layak Dirindukan
Dalam dunia yang semakin penuh dengan citra dan janji, Rosali meninggalkan jejak yang langka: kerja nyata yang terasa. Ia tak butuh banyak bicara, karena hasil kerjanya sudah berbicara. Dan masyarakat pun tahu, pemimpin seperti itu tidak datang setiap hari.
Maka ketika harapan itu kembali muncul—entah dari bisik-bisik tetangga, atau sekadar harapan dalam hati warga—itu bukan karena Rosali sedang kampanye. Tapi karena masyarakat tak pernah lupa pada rasa aman yang dulu sempat mereka miliki.
Dan jika memang ada jalan kembali, mungkin inilah saatnya harapan itu menjelma nyata. Karena hukum yang adil bukan hanya soal aturan, tapi soal siapa yang berani menegakkannya dengan hati.
Post a Comment