Lampung Utara, 30 Juli 2025 — Kejaksaan Negeri (Kejari) Lampung Utara menetapkan Direktur RSUD H. Mayjend. Ryacudu Kotabumi, dr. Aida Fitriah Subandhi (AF), sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek rehabilitasi rumah sakit Tahun Anggaran 2022. Penetapan dilakukan pada Selasa malam (29/7/2025), setelah AF menjalani pemeriksaan intensif selama lebih dari delapan jam di ruang penyidik.
Selain AF, penyidik juga menetapkan dan menahan tersangka lainnya, Irwanda Dirusi (ID), yang berperan dalam pelaksanaan proyek tersebut. Keduanya ditahan selama 20 hari ke depan berdasarkan Surat Perintah Penahanan resmi dari Kejari.
“AF merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam proyek ini, sedangkan ID adalah pihak penyedia. Namun, ID bukanlah pemenang tender, melainkan hanya subkontraktor. Ini jelas melanggar aturan pengadaan barang dan jasa pemerintah,” ungkap Muhammad Azhari Tanjung, Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Lampung Utara.
Proyek Rehabilitasi Tak Sesuai Ketentuan
Proyek yang menjadi objek perkara terdiri dari tiga kegiatan rehabilitasi:
Ruang ICU
Ruang Kebidanan
Ruang Penyakit Dalam
Total anggaran ketiganya mencapai Rp2.398.538.000, yang bersumber dari APBD Lampung Utara Tahun 2022.
Namun, hasil penyidikan menunjukkan bahwa pekerjaan tidak sesuai dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB), dan terjadi pengalihan pelaksanaan ke pihak subkontraktor yang tidak memiliki legitimasi sebagai pemenang tender.
Kerugian Negara Capai Rp211 Juta
Audit yang dilakukan oleh Tim Auditor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung menemukan kerugian keuangan negara sebesar Rp211.088.277. Rinciannya sebagai berikut:
Ruang ICU: Rp30.260.015
Ruang Kebidanan: Rp82.415.184
Ruang Penyakit Dalam: Rp98.413.078
Berdasarkan dua alat bukti yang cukup, Kejari menetapkan AF dan ID sebagai tersangka, dan dijerat dengan:
Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Ancaman hukuman maksimal mencapai 20 tahun penjara.
“Ini belum akhir. Penyidikan akan terus dikembangkan dan jika ditemukan bukti baru, tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka tambahan,” tegas Azhari.
Langkah hukum ini menjadi peringatan tegas terhadap praktik penyimpangan dalam pengelolaan anggaran negara, khususnya di sektor pelayanan publik seperti rumah sakit daerah.
Post a Comment