Titipan Politik dalam Rekrutmen BUMD Pringsewu, KPKAD Warning Pemkab: Siapa yang Dipilih, Siapa yang Disiapkan?



Pringsewu,  – Seleksi pengurus Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT Pringsewu Jaya Sejahtera kembali menuai sorotan. Proses rekrutmen yang berlangsung belum lama ini memunculkan sejumlah tanda tanya terkait transparansi, akuntabilitas, dan integritas pelaksanaannya. Bahkan, sejumlah nama pelamar sudah santer beredar jauh sebelum masa pendaftaran resmi ditutup.

Ketua Koordinator Presidium Komite Pemantauan Kebijakan dan Anggaran Daerah (KPKAD) Lampung, Gindha Ansori Wayka, S.H., M.H., menyampaikan peringatan keras kepada Pemerintah Kabupaten Pringsewu untuk tidak menjadikan BUMD sebagai tempat balas jasa politik.


“Seleksi pengurus BUMD harus transparan dan terbuka, bukan formalitas. Jabatan strategis seperti direksi dan komisaris wajib diisi oleh orang yang memiliki kompetensi manajerial, bukan karena kedekatan politik,” tegas Gindha kepada Hariandaerah.com, Minggu (22/6).
Isu Titipan dan Nama-Nama yang Sudah ‘Disiapkan’

Lima nama pelamar disebut-sebut telah dikaitkan dengan lingkar kekuasaan:


Dwi Pribadi – pelamar posisi Direksi, dikabarkan bagian dari tim sukses Bupati Pringsewu.


Joko Supriyadi – pelamar Direksi.


Warsito – pelamar Komisaris, eks anggota KPU yang disebut dekat dengan Wakil Bupati.


Fauzan Purwono – pengusaha ayam dari Gadingrejo, melamar posisi Direksi.


David Ariyanto – pelamar Direksi, disebut sebagai adik tokoh tim sukses Bupati.

Anehnya, dari tiga kuota komisaris, baru satu pelamar yang mendaftar secara terbuka, memperkuat dugaan bahwa seleksi hanya bersifat prosedural semata, sementara penunjukan sudah ditentukan sebelumnya.
Dari Rekrutmen yang Buruk ke Kinerja yang Gagal

Gindha menegaskan bahwa akar kegagalan BUMD justru berasal dari rekrutmen yang tidak profesional.


“Jika orang yang dipilih hanya karena faktor kedekatan, bukan kompetensi, maka jangan harap BUMD bisa memberi kontribusi pada daerah. Ini kegagalan sistemik yang akan merugikan masyarakat,” ujarnya.

Fakta di lapangan memperkuat kekhawatiran tersebut. Berdasarkan laporan keuangan terakhir, penyertaan modal dari Pemkab Pringsewu mencapai Rp5 miliar, namun dividen yang dihasilkan hanya Rp22 juta. Di sisi lain, beban operasional perusahaan membengkak hingga Rp627 juta.
Evaluasi dan Audit Menyeluruh Jadi Kebutuhan Mendesak

KPKAD mendesak agar Pemkab Pringsewu tidak hanya menyalurkan dana, tetapi juga melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap kinerja serta rencana usaha BUMD.


“BUMD bukan tempat parkir uang APBD. Harus ada evaluasi ketat. Jika tidak mampu menghasilkan laba, berarti harus ada audit menyeluruh, baik dari BPK maupun auditor independen,” kata Gindha.

Ia menambahkan, kegagalan ini tak hanya soal manajemen, melainkan juga desain kelembagaan yang tidak sehat sejak awal. Apalagi, dana penyertaan modal yang besar tidak sebanding dengan output keuangan yang dihasilkan.
Investor Enggan, Reputasi Daerah Taruhannya

Kinerja BUMD yang buruk tak hanya membebani APBD, tetapi juga merusak reputasi investasi daerah.


“Investor akan berpikir dua kali bekerja sama jika BUMD dikelola tidak profesional. Ini berimbas pada kepercayaan publik dan dunia usaha terhadap tata kelola pemerintahan,” pungkas Gindha.

KPKAD meminta agar Pemkab Pringsewu serius membenahi manajemen BUMD, mulai dari proses rekrutmen hingga pengawasan keuangan. Jika tidak, maka kerugian akan terus ditanggung oleh rakyat dalam bentuk defisit anggaran, pembangunan terhambat, dan menurunnya kepercayaan masyarakat.

Post a Comment

Previous Post Next Post