Lampung, 29 Mei 2025
Dalam pernyataan resminya, Akar Lampung meminta Kejagung tidak berhenti pada penggeledahan rumah pribadi, tetapi juga menyisir seluruh unit usaha dan aset perkebunan SGC yang tersebar di Provinsi Lampung.
“Kami mendesak agar Kejagung segera menggeledah dan menyelidiki PT Indo Lampung Perkasa (ILP), PT Sweet Indo Lampung (SIL), PT Gula Putih Mataram (GPM), serta PT Indolampung Distillery (ILD),” ujar Indra, perwakilan Akar Lampung, Kamis (29/5/2025).
Dugaan Suap Rp50 Miliar dan Sengketa dengan Marubeni
Akar Lampung mengaitkan kasus ini dengan dugaan suap senilai Rp50 miliar yang diberikan oleh pimpinan SGC dalam penanganan perkara di Mahkamah Agung, diduga berkaitan dengan sengketa bisnis antara SGC dan Marubeni Corporation, Jepang.
Sengketa berawal dari akuisisi aset SGC oleh pengusaha Gunawan Yusuf melalui PT Garuda Panca Artha (GPA) pasca lelang aset eks Salim Group oleh BPPN pada 24 Agustus 2001. Namun, Gunawan Yusuf menolak membayar utang sebesar Rp7 triliun yang sebelumnya diklaim sebagai utang kepada Marubeni, dengan dalih merupakan rekayasa sebelum proses akuisisi.
Desakan Audit Ulang HGU dan Investigasi Lingkungan
Akar Lampung juga menuntut Kejagung melakukan audit ulang terhadap seluruh Hak Guna Usaha (HGU) milik SGC. Mereka menduga luas lahan yang digarap perusahaan melebihi ketentuan yang diizinkan negara.
“Dugaan kami, pengelolaan HGU ini telah menimbulkan kerugian negara triliunan rupiah. Selain itu, perizinan air tanah, penggunaan listrik PLN, serta pembayaran pajak seperti BPHTB dan PPN patut dipertanyakan legalitas dan kepatuhannya,” tegas Indra.
Lebih jauh, Akar menilai terdapat indikasi pelanggaran dalam alih fungsi lahan gambut dan rawa, yang diduga dijadikan areal perkebunan tebu oleh SGC—sesuatu yang bertentangan dengan regulasi kehutanan nasional.
Konflik Agraria dan Tuntutan Transparansi Penegakan Hukum
Akar Lampung juga menyoroti maraknya konflik agraria antara masyarakat dengan SGC, termasuk keterlibatan pihak keamanan swasta (Pamswakarsa) dalam berbagai insiden kekerasan di wilayah perkebunan.
“Banyak masyarakat yang merasa tanah ulayat dan tanah desa mereka dirampas. Beberapa bahkan mengalami kekerasan fisik,” ujar Indra.
Selain itu, Akar Lampung menyoroti pernyataan yang saling bertentangan di tubuh Kejagung terkait status pemeriksaan terhadap Purwanti Lee. Jampidsus Febrie Adriansyah menyebut pimpinan SGC telah dipanggil, sementara Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menyatakan undangan belum dipenuhi.
“Kami menuntut penegakan hukum yang transparan dan tegas, seperti halnya penanganan kasus-kasus besar lainnya. Jangan hanya penggeledahan tertutup, masyarakat berhak tahu kebenarannya,” tutup Indra.
Post a Comment