RDP Komisi II DPR, Gubernur Mirza Beberkan Sulitnya Tingkatkan PAD di Lampung


Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal menghadiri rapat kerja (Raker) dan rapat dengar pendapat (RDP) bersama Menteri Dalam Negeri serta sejumlah gubernur dengan Komisi II DPR RI di Jakarta, Selasa (29/4/2025).

Dalam rapat tersebut, Gubernur Mirza memaparkan sejumlah tantangan yang dihadapi Provinsi Lampung, meski secara demografis dan ekonomi memiliki potensi besar. Ia menyebutkan, Lampung dengan jumlah penduduk 9,4 juta jiwa merupakan provinsi terpadat kedua di Pulau Sumatera setelah Sumatera Utara.

Namun demikian, kata Mirza, pertumbuhan ekonomi Lampung dalam beberapa tahun terakhir tidak pernah melampaui rata-rata nasional. Selain itu, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Lampung tercatat sebagai yang terendah di Sumatera, sementara tingkat pengangguran terbuka terus meningkat.

“Padahal PDRB Lampung tahun 2024 mencapai Rp483,8 triliun, terbesar keempat di Sumatera. Sektor pertanian, industri pengolahan, dan perdagangan menyumbang hingga 59,39% terhadap PDRB,” jelasnya.

Mirza menyoroti rendahnya rasio Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) terhadap jumlah penduduk, menjadikan Lampung sebagai provinsi dengan alokasi fiskal per kapita terendah di Sumatera.

Ia mengungkapkan, total APBD seluruh kabupaten/kota di Lampung mencapai sekitar Rp32 triliun, namun Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya sekitar 6%. Sementara PAD Pemerintah Provinsi Lampung pada 2024 sebesar 59% dari total APBD sebesar Rp8,3 triliun.

“Dari 15 kabupaten/kota di Lampung, 10 hingga 11 daerah memiliki PAD di bawah 10%, bahkan ada yang hanya 3%. Ekonomi hidup, tapi PAD kecil,” ujar Mirza.

Ia juga mengungkapkan adanya ketimpangan dalam struktur belanja daerah, terutama belanja pegawai yang menyerap anggaran sangat besar. “Ada satu kabupaten yang belanja pegawainya mencapai 80% dari APBD. Bahkan, setelah mengikuti kewajiban mandatori, persentase belanja mencapai 105%, sehingga tidak tersisa anggaran untuk belanja lain,” ucapnya.

Akibatnya, sebagian besar daerah di Lampung hanya mengandalkan Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH) dari pemerintah pusat. Ia mencontohkan, dari total belanja daerah sebesar Rp7,5 triliun, hanya Rp1,2 triliun yang dapat dialokasikan untuk belanja modal guna menangani kebutuhan 9,4 juta penduduk dan 1.700 kilometer jalan.

Mirza juga menyoroti minimnya penerimaan daerah dari aktivitas ekonomi yang melibatkan wilayah Lampung. Ia menyebut PT Bukit Asam mengirimkan 27 juta ton batu bara melalui pelabuhan di Lampung, namun tidak ada kontribusi langsung terhadap PAD provinsi.

“Dari aktivitas pengiriman batu bara itu, kami tidak mendapat apa-apa kecuali CSR. Semua dikelola oleh Pelindo. Impor dan ekspor yang melalui Lampung pun tidak memberikan kontribusi fiskal langsung ke daerah,” katanya.

Menurut Mirza, Lampung juga tidak memiliki sumber daya tambang yang dapat diandalkan untuk mendorong peningkatan PAD.

“Kami belum punya cara untuk meningkatkan PAD secara signifikan. Sumber daya tambang tidak ada. Kami hanya dilewati alurnya, tapi tidak mendapat manfaat langsung,” pungkasnya.

Post a Comment

Previous Post Next Post