
Curah hujan yang tinggi selama beberapa jam saja cukup untuk melumpuhkan sebagian besar wilayah kota, termasuk Teluk Betung Selatan dan Teluk Betung Barat, di mana genangan air mencapai ketinggian hingga 1-2 meter.
Tragisnya, musibah ini merenggut dua nyawa, merendam rumah warga di beberapa kecamatan di Bandar Lampung dan memaksa ratusan keluarga mengungsi.
Bagaimana dengan anggaran dan Realisasi?
Pemerintah Kota Bandar Lampung mengklaim telah mengalokasikan Rp15 miliar pada tahun 2024 untuk perbaikan drainase di 20 kecamatan dan Rp3,2 miliar untuk perbaikan 13 talud. Namun, banjir kali ini menunjukkan bahwa alokasi dana besar belum diimbangi dengan hasil nyata di lapangan.
Beberapa saluran drainase utama tetap tersumbat oleh sedimentasi dan sampah, sehingga gagal menjalankan fungsinya. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah pengawasan proyek dilakukan dengan baik? Transparansi dan akuntabilitas penggunaan dana publik harus menjadi sorotan utama.
Urbanisasi Tanpa Kendali: Siapa yang Bertanggung Jawab?
Bandar Lampung, seperti banyak kota besar lainnya, menghadapi tekanan urbanisasi yang semakin tinggi. Alih fungsi lahan untuk pembangunan perumahan, pusat perbelanjaan, dan infrastruktur lain sering kali dilakukan tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan.
Data menunjukkan bahwa hanya sekitar 12% dari total luas kota yang masih berupa ruang terbuka hijau, jauh di bawah standar minimum 30% yang direkomendasikan oleh pemerintah pusat. Ketidakseimbangan ini menghilangkan kemampuan kota untuk menyerap air hujan secara alami, sehingga air dengan mudah meluap dan menyebabkan banjir.
Masyarakat dan Budaya Lingkungan
Bagaimana tidak di sisi lain, peran masyarakat dalam memperparah banjir juga tidak bisa diabaikan. Kebiasaan membuang sampah sembarangan tetap menjadi masalah kronis.
Data dari Dinas Lingkungan Hidup Bandar Lampung menunjukkan bahwa setiap harinya kota ini menghasilkan 850 ton sampah, tetapi hanya sekitar 70% yang dikelola dengan baik. Sisanya? Berakhir menyumbat saluran air atau mencemari lingkungan.
Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk memberikan edukasi yang lebih masif mengenai pengelolaan sampah dan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan. Namun, perubahan budaya ini juga memerlukan komitmen dari masyarakat itu sendiri.
Bagaimana Langkah Strategis Menciptakan Kota yang Tangguh?
Banjir ini seharusnya menjadi titik balik bagi jajaran pemerintah yang baru untuk menunjukkan komitmen yang lebih serius terhadap pembangunan berkelanjutan. Beberapa langkah strategis yang perlu segera dilakukan meliputi;
1. Revitalisasi Infrastruktur Drainase
Pemerintah perlu memastikan seluruh saluran drainase diperbaiki dan bebas dari sumbatan. Teknologi modern, seperti sistem pemantauan berbasis IoT, bisa digunakan untuk mendeteksi potensi penyumbatan secara dini.
2. Penguatan Kebijakan Tata Ruang
Stop pemberian izin pembangunan di kawasan resapan air. Alihkan prioritas ke pembangunan ruang terbuka hijau dan area konservasi.
3. Program Edukasi Lingkungan yang Berkelanjutan
Gandeng sekolah, komunitas lokal, dan lembaga swadaya masyarakat untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan.
4. Peningkatan Transparansi dan Pengawasan Anggaran
Libatkan masyarakat dalam memantau proyek pembangunan agar anggaran digunakan dengan efektif dan efisien.
Banjir Bandar Lampung adalah cerminan dari kesalahan kolektif yang membutuhkan solusi kolektif. Pemerintah, masyarakat, dan pihak swasta harus bersinergi untuk menciptakan kota yang lebih tangguh dan ramah lingkungan. Jika kita tidak belajar dari musibah ini, maka genangan air akan terus menjadi pengingat pahit akan kegagalan kita menjaga keseimbangan antara manusia dan alam.
Sudah saatnya pemerintah membuktikan keberpihakan mereka pada rakyat dan lingkungan, bukan hanya pada kepentingan politik dan ekonomi jangka pendek. Semoga
pemerintah yang baru dapat bersikap lebih responsif dengan solusi jangka panjang, dengan langkah nyata dan komitmen kuat, banjir tidak hanya bisa diatasi, tetapi juga dicegah, membawa Bandar Lampung menuju masa depan yang lebih berkelanjutan.
Post a Comment