Penerbitan Surat Ganti Rugi Garapan wilayah Register 40 Gedong Wani Menimbulkan Polemik di Masyarakat Penggarap

Lampung Selatan - Terbitnya surat ganti rugi tanah garapan yang dikeluarkan oleh Pemerintahan Desa Sinar Rejeki, Purwotani, Karang Rejo, Sidoharjo, Sumber Jaya dan Margo Lestari diduga tidak mempunyai payung hukum yang jelas sehingga tidak berfungsi sebagai kepemilikan yang berkekuatan hukum yang tetap.



Kewenangan dalam tata kelola tanah di wilayah kehutanan telah diatur oleh Permen LHK nomor 9 tahun 2021 sehingga surat ganti rugi tanah garapan yang dikeluarkan oleh Pemerintahan Desa yang berada diwilayah register 40 Gedong Wani seharusnya tidak perlu untuk diterbitkan.

Terbitnya surat ganti rugi tanah garapan secara teknis juga menjadi pertanyaan karena adanya biaya yang sifatnya tidak resmi akan penggunaannya, untuk Desa Sinar Rejeki biaya penerbitan surat ganti rugi tanah garapan dikenakan biaya Rp.400.000/bidang dengan jumlah surat yang beredar sekitar 3000-4000 lembar sehingga diduga uang yang telah diterima terestimasi 1,2 - 1,6 miliar rupiah tanpa ada kejelasan penggunaannya untuk apa, karena uang tersebut tidak diperdeskan dan tidak masuk dalam apebedes.

Salah tanggap masyarakat terhadap fungsi surat ganti rugi tanah garapan juga terlihat dari plang yang terdapat pada perkebunan yang menyatakan tanah estimasi seluas 8 hektar adalah milik PT. Sabar dan terjadi juga pada tanah seluas 1200 meter persegi diklaim dimiliki oleh Jepri saputra dan didampingi Kantor LAW Firm RBH dan Partner oleh Boby Kurniawan, SH juga terjadi pada penyitaan rumah dan tanah terhadap transaksi hutang piutang.

Dalam hal tersebut ketua DPP LSM GPAN Indonesia, Edi mengatakan, hal ini kami akan lakukan investigasi dan bilamana ditemukannya delik hukum terhadap terbitnya surat ganti rugi tanah garapan maka siapapun yang terlibat terhadap prosesnya akan ditindaklanjuti sesuai dengan undang undang yang berlaku di Indonesia.

Mewakili UPTD KPH Gedong Wani Kasi PKSDAEPM Tommy saat di Hubungi awak media menyampaikan, Untuk di ketahui oleh masyarakat bahwa legalitas di dalam Kawasan hutan berupa Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial yang merupakan pemberian akses legal Pemanfaatan Hutan yang dilakukan oleh kelompok Perhutanan Sosial untuk kegiatan Pengelolaan HD, Pengelolaan HKm, Pengelolaan HTR, kemitraan kehutanan, dan Hutan Adat.

"Adapun kegiatan Pemanfaatan Hutan dimaksud salah satunya yaitu pemanfaatkan Kawasan yang merupakan kegiatan untuk memanfaatkan ruang tumbuh sehingga diperoleh manfaat lingkungan, manfaat sosial, dan manfaat ekonomi secara optimal dengan tidak mengurangi fungsi utamanya, " ungkapnya.

Lanjutnya, untuk surat ganti rugi tanah Garapan bukan merupakan legalitas untuk mengelola di dalam Kawasan Hutan apalagi di anggap sebagai bukti kepemilikan lahan/hak atas tanah.

Tokoh Masyarakat Desa Sinar Rejeki Suwarno pun memberikan tanggapan terkait terbitnya surat ganti rugi garapan yang tidak mempunyai payung hukum yang jelas dan pembiayaannya yang tidak transparan sehingga terindikasi pungli.

"Saya berharap agar kedepan bahwa penerbitan surat ganti rugi tanah garapan di berhentikan serta pihak berkewenangan dari Dinas LHK Provinsi Lampung dan UPTD KPH Gedong Wani menerapkan peraturan sesuai regulasi yang berlaku, Suwarno juga menyampaikan agar penggarap seharusnya warga yang memang berdomisili dan ber KTP di wilayah 6 desa, " pungkasnya.

Post a Comment

Previous Post Next Post