Usai Diperiksa KPK, Ketua DPD PDI Lampung Irit Bicara



Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memeriksa Ketua Komisi IV DPR RI yang juga Ketua DPD PDI Lampung, Sudin, selama hampir sembilan jam di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (15/11/2023).

Seperti dilansir dari Suara.com, Sudin diperiksa sebagai saksi dalam kasus korupsi yang menyeret mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).

Sudin datang ke KPK sekitar pukul 09.30 WIB, dan selesai kurang lebih 18.36 WIB. Setelah diperiksa, Sudin mengaku dicecar penyidik soal pengawasan dan anggaran di Kementerian Pertanian (Kementan).

“Hanya ditanya mengenai anggaran dan pengawasan saja,” kata Sudin menjawab pertanyaan saat hendak meninggalkan gedung KPK.

Sudin enggan berkomentar lebih jauh dan memilih sikap irit bicara saat ditanya beberapa jurnalis dengan sejumlah pertanyaan, termasuk soal kabar atau isu yang menyebut dirinya menerima jam tangan.

“Sudah saya jawab dengan penyidik,” ujarnya.

Sebelum diperiksa, KPK sudah melakukan penggeledahan di rumahnya yang berlokasi di Cimanggis, Depok, Jawa Barat pada Jumat (10/11/2023). Penyidik setidaknya menemukan dokumen, benda elektronik, dan catatan keuangan yang diduga berkaitan dengan kasus korupsi SYL.

Selain itu, Direktur Penyidikan KPK Brigjen Asep Guntur sebelumnya juga menyebut Sudin diperiksa untuk menelusuri aliran uang korupsi SYL.

“Kami mengikuti ke mana larinya uang-uang yang dikumpulkan atau dikorupsi oleh saudara SYL,” kata Asep pada Kamis 10 Oktober 2023.

Perlu diketahui, SYL ditetapkan sebagai tersangka bersama Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementerian Pertanian (Kementan) Muhammad Hatta, dan Sekjen Kementan Kasdi Subagyono.

Ketiganya diduga melakukan korupsi berupa pemerasan dalam jabatan bersama-sama menyalahgunakan kekuasaan dengan memaksa memberikan sesuatu untuk proses lelang jabatan, termasuk ikut serta dalam pengadaan barang dan jasa disertai penerimaan gratifikasi.

SYL selaku menteri saat itu, memerintahkan Hatta dan Kasdi menarik setoran senilai USD 4.000-10.000 atau dirupiahkan Rp62,8 juta sampai Rp157,1 juta (Rp15.710 per dolar AS pada 11 Oktober 2023) setiap bulan dari pejabat unit eselon I dan eselon II di Kementan.

Uang itu berasal dari dari realisasi anggaran Kementan yang di-mark up atau digelembungkan, serta setoran dari vendor yang mendapatkan proyek. Kasus korupsi yang menjerat Syahrul terjadi dalam rentang waktu 2020-2023. Temuan sementara KPK ketiga diduga menikmati uang haram sekitar Rp 13,9 miliar. (*)








Post a Comment

Previous Post Next Post