Karya Jurnalistik Tidak Bisa Dipidana Yang Rawan Adalah Tulisan di Media Sosial



Bandar Lampung - Ahli Pers Dewan Pers Lampung, Dr Iskandar Zulkarnain, mengatakan polisi harus mengetahui Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Hasil dari karya jurnalis disebut berita, sedangkan hasil karya di media sosial disebut informasi. Untuk itu, jika seseorang mengaku wartawan dan menerbitkan di media sosial yang berisi hoaks atau memfitnah, itu berpotensi dikenakan Undang-Undang ITE atau KUHP yang berlaku.


“Apalagi jika medianya tidak memenuhi kenetuan UU Pers. Tidak ada kebal hukum, jika berita yang di hasilkan hoaks atau merugikan seseorang silahkan dihukum sesuai dengan undang-undang yang berlaku,” kata Iskandar, saat memberikan materi kepada jajaran Polda Lampung, Jumat, 1 April 2022.

Menurit Iskandar, Hukum pers diatur dalam Pasal 18 UU No.40 Tahun 1999 tentang pers. Setiap orang yang secara sah melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan dipidana paling lama 2 tahun atau denda Rp500 juta. Sementara bagi perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 5 Ayat 1dan Ayat 2, serta Pasal 13 dipidana dengan denda paling banyak Rp500 juta.

“Apalgi diera perkembangan teknologi digital yang mendorong arus informasi yang semakin cepat dan luas. Setiap orang mampu memproduksi dan mendapatkan informasi dengan cepat, sehingga perlu kewaspadaan untuk menangkal berita bohong atau hoaks,” kata Iskandar.

Menurut Iskandar, sengketa pers muncul karena ketidakpuasan dari pemberitaan di media. “Mulai dari skala kecil, seperti typo cukup diralat atau koreksi hingga kasus serius yang harus diselesaikan melalui hak jawab sebagaimana diatur UU Pers serta melalui mediasi di Dewan Pers,” ujarnya.

Iskandar Zulkarnain menegaskan, persoalan terhadap produk jurnalistik tentu tidak bisa dipidanakan baik dengan KUHP maupun UU ITE. Penyelesaian menurut UU Pers adalah melalui pemberian hak jawab bagi mereka atau pihak yang merasa dirugikan dalam pemberitaan,” kata Iskandar, Senin 4 April 2022.

Menurut dia, penyelesaian sengketa pers pada praktiknya tidak mudah. Untuk itu, para pihak termasuk aparat penegak hukum harus memiliki pemahaman UU No. 40/1999 tentang Pers. Iskandar mempersilahkan pihak-pihak yang berkepentingan untuk dapat membaca ulang materi yang disampaikan di Mapolda Lampung dalam kegiatan peningkatan kemampuan personel Polda Lampung diantaranya, Ditsamapta, Ditlandas, Penyidik/Penyidik Pembantu, Kasatreskrim, para Kapolsek se-Polda Lampung.

“Kehadiran saya sebagai ahli pers pada kegiatan peningkatan kemampuan personel jajaran Polda Lampung dalam public speaking dan pemahaman UU No. 40/1999 tentang Pers, justru membagi pemahaman kepada aparatur hukum bagaimana menghadapi persoalan seputar pers.” Katanya.

Iskandar menambahkan dalam forum tersebut dijelaskannya pula penyelesaian sengketa pers dapat mengacu kepada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No.13/2008, kemudian diatur pula dalam MoU antara Dewan Pers dan Kapolri pada 9 Februari 2012. Lalu MoU tersebut diperbaharui lagi pada Februari 2017.
“Jika polisi menerima laporan atau pengaduan berkaitan atas sengketa pemberitaan pers. Polisi lebih dahulu berkoordinasi dan meminta pendapat Dewan Pers apakah perkara yang dilaporkan masih dalam ruang lingkup pekerjaan pers ataukah sudah masuk hukum di luar ranah pers,” kata dia.

Iskandar menegaskan, jika persoalan sengketa pers itu masih dalam koridor produk jurnalistik dan berkaitan dengan kode etik jurnalistik maka penyelesaiannya mengacu pada UU No. 40/1999 tentang Pers dan aturan-aturan tambahan lainnya, seperti Peraturan Dewan Pers.

Di luar persoalan jurnalistik, insan pers bukanlah sosok yang kebal hukum.Wartawan yang menyalahgunakan profesinya, melawan hukum semisal pemerasan, tidak bisa berlindung di balik UU Pers. Seseorang bukan wartawan atau mengaku-ngaku wartawan dan menyebar informasi hoaks atau merugikan orang lain, juga tidak bisa diselesaikan menurut UU Pers.

“Bahkan perkembangan termutakhir juga saya sampaikan tentang keputusan bersama Menkominfo, Jaksa Agung, dan Kapolri, bahwa pers dalam menjalankan tugas-tugas jurnalistiknya tidak dapat dikenakan Pasal 27 Ayat (3) UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE),” kata dia.

Dalam forum sharing di Mapolda Lampung, banyak hal dijelaskan termasuk pertanyaan apakan dalam melaksanakan tugas jurnalistik wartawan wajib dan menunjukkan surat tugas. “Dalam bertugas wartawan harus dibekali kartu pers atau surat tugas menjelaskan profesinya,” kata dia.

Ada pula peserta bertanya apakah pers wajib melayani hak jawab dan bagaimana jika mereka yang merasa dirugikan tidak puas akan hak jawab. “Pers wajib memuat hak jawab dan akan dikenai sanksi jika tidak memuat hak jawab. Jika tidak puas persoalan ini bisa dibawa ke Dewan Pers,” katanya.

Iskandar menegaskan bahwa persoalan jurnalistik harus diselesaikan dengan UU No. 40/1999 tentang Pers. Namun hal ini tidak berlaku bagi penyalahgunaan atau pelanggaran hukum oleh wartawan. Serta tidak berlaku pula bagi mereka yang bukan wartawan yang menyebarka informasi dan dipersengketakan orang lain.

Post a Comment

Previous Post Next Post