Oleh Dede Safara*
Innalilahi wainna ilaihi rojiun,
Ayah Bambang Eka Wijaya sudah tidak sakit Lagi, dia sudah tenang bersama sang Khaliq.
Dan terbersit di kepala saya kenangan bersamanya. "Biarkan anak memilih jalan hidupnya sendiri, kita hanya busur, dan biarkan anak panah melesat sampai ke sasarannya," omongan itu obrolan Ayah dan Mama di saat saya masih usia belia.
Ayah Bambang Eka Wijaya sangat humoris. Celetukannya adalah lelucon yang buat kami suka ketawa, tapi jangan diganggu kalau dia lagi nonton film "Hunter" di TVRI dulu, nonton bola atau menulis, omongan Kita Pasti tidak didengar. Fokus adalah prinsip hidup yang dipegangnya, seperti yang dia geluti sebagai Wartawan.
Ayah dulunya adalah anak transmigran di Kampung Pematang Siantar, merantau ke kota Medan, dari loper koran, belajar menulis menjadi reporter, dipercaya menjadi redaktur, pemred, sampai terakhir menjadi pemimpin umum, dan menjadi keluarga besar Lampung Post.
Dan, tidak bisa dihitung lagi tulisan artikel yang banyak dimuat sama media kokal maupun nasional selama dia menjadi penulis lepas.
Ayah Bambang Eka Wijaya pernah bernaung di banyak media, seperti Sinar Indonesia Baru (SIB), Prioritas, Tabloid Nova, Mimbar Umum, Bintang Sport Film, Media Indonesia, Lampung Post.
Dunia menulis, dan profesi wartawan adalah Nafasnya, sampai sebelum hembusan nafas terakhirnya dia masih sempat menulis untuk buras sewaktu di rumah sakit, dengan ucapan yang tidak jelas, mata tidak bisa melihat, dan dicoba ditulis sama adik saya, inilah tulisan terakhirnya:
Senin, 06 Maret 2023
22.13 WIB
Penolong Yang Dihakimi
Sore itu, hujan yang terus mengguyur kota Zeta, membuat banjir ke jalan - jalan utama. Setelah 2 jam, hujan reda, Seorang Pemuda dari kota sebelah yang berjalan di kota itu mendengar suara seseorang yang meminta tolong, "tolong..tolong, siapapun disana tolong saya"..., tampak oleh Pemuda tersebut seorang bapak berada di dalam parit yang cukup dalam," Tolong saya, saya tadi tergelincir dan masuk ke parit ini."
Pemuda melihat sekitar yang tampak sepi, padahal suara Bapak tersebut cukup keras."Sebentar Pak, saya akan menolong Bapak", sambil pemuda tersebut mencari ranting atau apapun untuk bisa menolong Bapak yang tergelincir.
Pemuda mendapat ranting kayu yang cukup panjang, kemudian pemuda mengulurkannya pada Bapak yang tergelincir, "pegang kayunya Pak, saya akan menarik Bapak " ucap pemuda.
Tidak berapa lama, Bapak tersebut bisa diselamatkan oleh Pemuda. Setelah Bapak yang tergelincir naik ke atas, tiba-tiba, segerombolan orang datang dan mendekati sang Pemuda, " Kenapa kau menolongnya ?" , "Tidak tahukah kau siapa yang kau tolong ini?", "Dia adalah penguasa kota kami yang kejam, kami sengaja tidak membantunya, supaya dia tidak menindas kami lagi, tapi kau datang malah menolongnya."
Karena terdesak oleh segerombolan orang tersebut, Pemuda sang Penolong langsung melarikan diri dan Bapak yang sudah naik ke atas kembali tergelincir masuk ke dalam parit kembali, dan gerombolan orang tersebut kembali ke tempat masing-masing, tidak peduli dengan teriakan minta tolong Bapak, "sang Penguasa yang kejam".
Post a Comment