Pernyataan Peneliti INSTRAN bahwa Kendaraan Roda Dua Banyak Kecelakaan adalah pernyataan yang sangat menyesatkan.

Menyikapi pemberitaan di Kompas.com tanggal 24 Mei 2022 yang memberitakan tentang pernyataan dari INSTRAN (Institut Studi Transportasi) Darmaningtyas dalam RDP dengan Komisi V DPR RI terkait Revisi UU LLAJ No.22 Tahun 2009 pada 24 Mei 2022 lalu, yang menyatakan bahwa OJOL tak perlu dilegalkan karena hanya bersifat sementara hingga transportasi umum membaik, adalah sebuah pernyataan yang sangat tidak emphatik atas perjuangan pergerakan OJOL Indonesia saat ini dalam memperjuangkan sebuah regulasi. Pendapat tersebut juga sangat mencederai hati jutaan OJOL yang telah bertahun-tahun mencari nafkah dalam tekanan dan ketidak jelasan aturan yang ada.



"Darmaningtyas sebagai seorang ahli transportasi yang bahkan ikut serta dalam proses penyusunan Permenhub 12 Tahun 2019 dan KP.348 Tahun 2019 sebagai satu-satunya aturan diskresi tentang OJOL yang ada saat ini, harusnya bisa melihat keinginan jutaan OJOL Indonesia agar dapat diberikan perlindungan hukum sehingga tidak diperlakukan semena-mena oleh aplikator layanan transportasi online. Karena saat ini dengan tidak jelasnya status kemitraan OJOL maka keberadaan OJOL masih ibarat anak haram bangsa yang tanpa perlindungan dan dapat diperas keringatnya tanpa ada ikut campur tangan pemerintah." Ungkap Ketua Umum Organisasi Gaspool Lampung Miftahul Huda, SE, MM.

Untuk saat ini sistem kemitraan dalam transportasi online memang belum diakomodir oleh aturan manapun. Karena berdasarkan Pasal 1 ayat 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008, yang dimaksud dengan Kemitraan adalah kerjasama dalam keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan yang melibatkan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan Usaha Besar.

Sedangkan jenis kemitraan yang ada Berdasarkan Pasal 26 UU No. 20 Tahun 2008 jo Pasal 11 PP No. 17 Tahun 2013, kemitraan dilaksanakan dengan pola sebagai berikut:

1. Inti-plasma;

2. Subkontrak;

3. Waralaba;

4. Perdagangan umum;

5. Distribusi dan keagenan;

6. Bentuk-bentuk kemitraan lain seperti bagi hasil, kerja sama operasional, usaha patungan (joint venture), dan penyumberluaran atau outsourcing.

Dari definisi dan aturan yang ada tentang pola kerja kemitraan yang ada saat ini, maka pola kemitraan dalam transportasi online belum bisa diakomodir secara jelas dalam bentuk kemitraan tertentu. Bahkan untuk menentukan para pihak yang terlibat sebagai perusahaan tranportasi, perusahaan aplikasi dan pihak yang berwenang dalam regulasinya pun belum ada aturan yang jelas. Dengan ketidak jelasan status inilah maka perusahaan yang bergerak dalam bisnis transportasi online seperti besar kepala dan bertindak sesuai keinginan sendiri karena tanpa ada aturan yang jelas. Hal ini menyebabkan mitra OJOL yang telah menggantungkan hidup dan nafkahnya menjadi driver hidup dalam tekanan dan ancaman Putus Mitra sepihak tanpa ada perlindungan apapun dari Pemerintah baik kementrian maupun lembaganya.

Menggambarkan bahwa resiko menggunakan kendaraan bermotor sangat tinggi dengan membandingkannya dengan jumlah kecelakaan di jalan raya harusnya dilakukan dengan data pembanding yang sesuai. Karena jumlah kendaraan bermotor roda dua jauh lebih banyak jumlahnya dibandingkan kendaraan roda empat, sehingga jelas jika hanya membandingkan jumlah kecelakaan maka akan lebih banyak jumlah kendaraan bermotor roda dua di jalanan dibandingkan kendaran roda empat atau lebih.

Dikutip dari CNN Indonesia, Kamis 4 Februari 2021, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Jumlah kendaraan bermotor di Indonesia pada tahun 2020 adalah sebanyak 133.617.012 unit yang 84 persen atau 112.771.136 unit adalah kendaraan roda dua. Sedangkan roda empat atau lebih sebanyak 16 persen sisanya. Sedangkan angka kecelakaan menurut Kementrian Perhubungan seperti dikutip dari Kompas, 25 Maret 2022, pada 2020 angka kecelakaan terdata sebanyak 103.645 kasus dan sepeda motor roda dua berkontribusi sebanyak 73 persen, sedang roda empat atau lebih sebanyak 27 persen.

"Dengan angka diatas, memang kendaraan bermotor paling banyak makanya seolah banyak kecelakaan. Padahal angka statistik menunjukkan sebaliknya. Pake data dong. Seorang peneliti seharusnya bukan pake kacamata kuda. Bapak Darmaningtyas harusnya menggunakan juga hati nuraninya melihat keadaan rekan-rekan OJOL yang rentan di PHK atau Putus Mitra kapanpun karena tanpa perlindungan hukum. Ilmu itu untuk memberi manfaat bagi orang lain, bukan sekedar untuk mendapat manfaat dari oligarki pengusaha transportasi. OJOL harus diatur sebuah regulasi seringkat Undang-undang atau minimal Peraturan Pemerintah yang menegaskan keberadaan OJOL sebagai moda transportasi roda dua khusus. Tanpa itu maka nasib OJOL akan selalu jadi sapi perah aplikator." Pungkas Miftahul Huda, SE, MM.

Post a Comment

Previous Post Next Post