Ormas Gaspool Lampung Kecam Pemberitaan Media yang Provokatif


Bandarlampung, UNDERCOVER - Melihat judul dan fokus pemberitaan di berbagai media belakangan ini terkait dengan hasil gugatan dari Joshua Michael Djami yang mengajukan uji materi atas pasal 15 ayat 2 UU Nomor 42 tahun 1999 sebagai buntut atas putusan MK No. 18 tahun 2019 yang membatalkan pasal 15 ayat 2 tersebut, maka pasca gugatan tersebut Mahkamah Konstitusi telah menjawab dengan mengeluarkan putusan terbaru Nomor 2 tahun 2021. Jika melihat hasil putusan MK terbaru tersebut secara utuh, maka sebenarnya putusan MK no.2 tahun 2021 justru menguatkan putusan MK no.18 tahun 2019 yang telah ada sebelumnya. Putusan MK ini adalah demi terciptanya keseimbangan hukum dan kedudukan antara debitur dan kreditur.

Untuk melaksanakan proses eksekusi terhadap jaminan, MK memberikan pilihan untuk menyelesaikan melalui jalur pengadilan sebagai sebuah pilihan proses jika antara kreditur/leasing dan debitur/konsumen tidak terjadi kesepakatan baik berkaitan dengan wan prestasi maupun penyerahan sukarela. Lain halnya jika ternyata debitur mengakui adanya wan prestasi dan secara sukarela menyerahkan objek jaminan fidusia, maka eksekusi jaminan dapat dilakukan oleh kreditur / leasing. Jadi poinnya tetap sama, tak ada yang berubah. Putusan MK no.2 tahun 2021 adalah menjawab dan menjelaskan kondisi tersebut secara lebih gamblang dan jelas demi keseimbangan hukum.

Jika melihat langsung putusan MK no.2 tahun 2021, pada halaman 83 paragraf 3.14.3, maka jelas MK menolak gugatan Joshua tersebut dengan menyebut bahwa pemohon tidak memahami secara utuh Putusan MK no.18 tahun 2019. Berikut disadur secara lengkap putusan MK no.2 tahun 2021 halaman 83 paragraf 3.14.3 :

[3.14.3] Bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, menurut Mahkamah, Pemohon tidak memahami secara utuh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 dalam kaitannya dengan kekuatan eksekutorial sertifikat

jaminan fidusia. Adanya ketentuan tidak bolehnya pelaksanaan eksekusi dilakukan sendiri melainkan harus mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi kepada Pengadilan Negeri pada dasarnya telah memberikan keseimbangan posisi hukum antara debitur dan kreditur serta menghindari timbulnya kesewenang-wenangan

dalam pelaksanaan eksekusi. Adapun pelaksanaan eksekusi sertifikat jaminan fidusia melalui pengadilan negeri sesungguhnya hanyalah sebagai sebuah alternatif yang dapat dilakukan dalam hal tidak ada kesepakatan antara kreditur dan debitur baik berkaitan dengan wanprestasi maupun penyerahan secara sukarela objek jaminan dari debitur kepada kreditur. Sedangkan terhadap debitur yang telah mengakui adanya wanprestasi dan secara sukarela menyerahkan objek jaminan fidusia, maka eksekusi jaminan fidusia dapat dilakukan oleh kreditur atau
bahkan debitur itu sendiri.

"Dengan bukti dan pemahaman yang ada, kami Ormas Gaspool Lampung sangat mengecam upaya untuk memutar balikkan fakta seolah putusan MK terbaru membolehkan kembali eksekusi langsung oleh debt collector dan leasing atau kreditur lainnya atas objek fidusia. Upaya ini terlihat dari masifnya pemeritaan dengan judul yang provokatif dan cenderung memancing keresahan di masyarakat. Sebagai ormas pengemudi ojek online di Lampung, kami sangat berharap agar media bisa memilih framing lain yang tidak provokatif dan menimbulkan kerusuhan di kemudian hari."

"Gaspool Lampung juga meminta pihak kepolisian dalam hal ini Polda Lampung untuk tetap semangat memberantas kejahatan C3 (Curat, Curas, Curanmor) yang dalam prakteknya perampasan kendaraan secara paksa oleh mata elang, debt collector, leasing, adalah suatu bentuk pidana kejahatan C3 yang harus dilawan secara bersama-sama, dan Gaspool Lampung siap berada di garda terdepan membantu Polda Lampung melawan kejahatan C3.(Aldosanja)




Post a Comment

Previous Post Next Post