ORMAS GASPOOL LAMPUNG Mengutuk Keras Tragedi Bentrokan Antara OJOL dan Matel di Sawah Besar, Jakarta

 





Bandarlampung, UNDERCOVER - Peristiwa bentrokan antara Debt Collector rekanan leasing atau yang biasa disebut Matel (Mata Elang) dengan Pengemudi Ojek Online (OJOL) di daerah Sawah Besar Jakarta memantik keprihatinan seluruh masyarakat Indonesia khususnya pengemudi Ojek Online. Tak terkecuali keprihatinan juga muncul dari Lampung. Ketua Umum Ormas GASPOOL LAMPUNG Miftahul Huda, SE, MM, selaku ormas yang beranggotakan para pengemudi Ojek Online Lampung mengungkapkan kekecewaannya kepada sikap arogansi Debt Collector atau mata elang yang mau menang sendiri dan berlindung dibalik aturan hukum, sedangkan cara yang dilakukan mereka justru melanggar hukum dan aturan yang berlaku.


"Agar rekan-rekan OJOL dan masyarakat umum mengetahui bahwa proses eksekusi jaminan leasing atau lembaga pembiayaan lainnya dengan dasar jaminan Fidusia sesuai Pasal 15 ayat 2 dan Pasal 15 ayat 3 UU Nomor 42 tahun1999 tentang Fidusia tidak dapat lagi dilakukan secara mandiri atau melalui lelang sendiri oleh penerima Fidusia, karena kedua pasal tersebut sudah dibatalkan oleh keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18 tahun 2019 yang intinya menerangkan bahwa eksekusi jaminan fidusia harus berdasarkan atas keputusan pengadilan yang tentu saja eksekusi putusannya nanti bukan dilakukan oleh eksekutor atau debt collector leasing melainkan oleh juru sita pengadilan. Jadi Leasing dan perusahan debt collector harus ikut aturan hukum ini", ujar Bang iif, panggilan akrab pria botak ini.


Untuk diketahui, Pasal 15 ayat 2 dan 3 dalam UU Fidusia No.42 tahun 1999 ini yang dulu jadi dasar leasing, bank, atau lembaga pembiayaan lain melaksanakan eksekusi sendiri tanpa putusan pengadilan. Karena dalam pasal 15 ayat 2 dinyatakan bahwa fidusia mempunyai kedudukan setingkat putusan hukum/peradilan.


Namun pasca dibatalkan oleh MK melalui putusan no.18 tahun 2019, maka leasing, bank dan lembaga pembiayaan tidak bisa langsung eksekusi jika konsumen/nasabat/debitur cedera janji/wan prestasi, melainkan harus melalui prosedur hukum yang diatur dalam KUHP tentang cara mendapatkan ketetapan hukum, yaitu melalui putusan pengadilan. Jadi diperlakukan sama dengan kasus lainnya seperti cara eksekusi Hak Tanggungan (untuk harta tak bergerak, gedung, apartemen, rumah).


Saat ini leasing tetap bisa saja menarik kendaraan tanpa proses pengadilan secara langsung, jika :

1. Ada penyerahan sukarela dari debitur, atau

2. Ada pernyataan cidera janji ditanda tangani debitur.

Tanpa dua hal tersebut, maka proses penarikan paksa kendaraan adalah sebuah pelanggaran hukum itu sendiri.


"Makanya kalau kita ikhlas kendaraan kita ditarik untuk pelunasan hutang, silahkan tanda tangani dan serahkan unit. Tapi kalo gak iklas, jangan tanda tangani persetujuan apapun dan dengan janji apapun. Dan jika ada perampasan paksa kendaraan, maka lawan dan laporkan itu kepada Kepolisian sebagai bentuk tindak pidana C3 (curas, curat, curanmor). Foto, video, dan laporkan kepada polisi. Silahkan leasing berusaha, tapi jangan sampai melanggar hukum karena jelas kami akan melawan bersama kepolisian terhadap setiap pelanggaran hukum yang terjadi dan merugikan masyarakat khususnya pengemudi ojek online Lampung." Pungkas Miftahul Huda.(Red) 

 

Post a Comment

Previous Post Next Post